Sulseltimes.com Jakarta, 19 Desember 2024 — Kasus uang palsu UIN Alauddin Makassar menjadi sorotan nasional setelah Polri berhasil membongkar sindikat pencetakan uang palsu yang beroperasi di perpustakaan kampus.
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengapresiasi langkah Polri dalam menangani kasus ini yang melibatkan 15 tersangka, termasuk oknum pegawai kampus dan ASN, serta menyita barang bukti senilai Rp446,7 juta.
“Kami mengapresiasi setinggi-tingginya kepada aparat penegak hukum, terutama pihak kepolisian, atas keberhasilannya membongkar kasus uang palsu yang beroperasi di lingkungan Kampus UIN Alauddin Makassar,” ujar Hetifah dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat tentang transaksi mencurigakan di Kecamatan Pallangga, Gowa, Sulawesi Selatan, pada awal Desember 2024.
Salah seorang pelaku tertangkap tangan menggunakan uang palsu senilai Rp500 ribu dalam sebuah transaksi. Penyelidikan lebih lanjut oleh kepolisian menemukan jaringan sindikat uang palsu yang memanfaatkan fasilitas kampus UIN Alauddin sebagai lokasi produksi.
Kapolres Gowa AKBP Reonald TS Simanjuntak menyebutkan bahwa kasus ini berhasil diungkap berkat investigasi intensif. Dari temuan awal senilai Rp500 ribu, pengembangan kasus ini berhasil mengungkap uang palsu tambahan senilai Rp446,7 juta.
Barang bukti lainnya termasuk mesin cetak yang digunakan untuk memproduksi uang palsu ditemukan di lantai tiga Perpustakaan UIN Alauddin.
Baca Juga: Ternyata Dosen Pelecehan Seksual Unhas dan Bos Uang Palsu UIN Alauddin Makassar Pernah Satu Forum
“Saat ini, kami sudah mengamankan 15 tersangka. Sembilan telah kami tahan, lima lainnya sedang dalam perjalanan dari Mamuju, dan satu tersangka dari Wajo,” jelas Reonald.
Sindikat ini melibatkan berbagai individu dengan peran berbeda.
Beberapa tersangka merupakan pegawai UIN Alauddin, sementara lainnya adalah ASN dan masyarakat umum.
Mereka diduga menggunakan jaringan untuk menyebarkan uang palsu ke berbagai daerah, termasuk Gowa, Wajo, dan Mamuju.
“Kami masih terus mengembangkan kasus ini dan mungkin akan ada tambahan tersangka,” tambah Reonald.
Produksi uang palsu ini terungkap pada awal Desember 2024, dengan perpustakaan Kampus II UIN Alauddin di Gowa sebagai lokasi utama.
Sindikat ini menggunakan fasilitas kampus untuk memproduksi uang palsu, yang kemudian diedarkan ke berbagai wilayah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Hetifah menyoroti pentingnya kasus ini untuk menjaga citra dunia pendidikan.
Menurutnya, kejahatan yang melibatkan fasilitas kampus dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.
“Kami meminta pihak kepolisian untuk segera membongkar siapa yang terlibat, sehingga menghindari munculnya spekulasi yang dapat merugikan citra institusi pendidikan,” ujarnya.
Dia juga mendesak rektor kampus untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan aparat kepolisian guna memastikan bahwa kasus ini ditangani hingga tuntas.
Hetifah berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi institusi pendidikan untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas di kampus.
Ia mengimbau agar rektor dan aparat kampus mengambil langkah-langkah proaktif dalam mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
“Kita berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran buat semua, terutama lingkungan kampus, untuk meningkatkan pengawasan dan menjaga kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan,” kata Hetifah.
Kapolres Gowa menegaskan bahwa penanganan kasus ini dilakukan dengan menggunakan metode investigasi ilmiah. “Penyidikan ini menggunakan teknologi atau scientific investigation,” jelas Reonald.
Baca Juga: Penampakan Uang Palsu UIN Alauddin Makassar yang Beredar di Mamuju
Kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia, dilakukan untuk memastikan keakuratan penyelidikan.
Kasus ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya pengawasan di lingkungan kampus.
Pengungkapan sindikat uang palsu ini menjadi bukti bahwa bahkan institusi pendidikan dapat menjadi target kejahatan jika pengawasan internal tidak dilakukan secara ketat.
Pengungkapan kasus uang palsu UIN Alauddin Makassar menjadi peringatan serius bagi institusi pendidikan untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas di kampus.
Dengan sinergi antara kepolisian, rektorat, dan masyarakat, diharapkan dunia pendidikan dapat menjaga integritas dan mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.