Sulseltimes.com Makassar – Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan berhasil menangkap tiga orang yang diduga terlibat dalam penyebaran informasi bohong terkait biaya pendidikan di Akademi Kepolisian (Akpol).
Ketiga pelaku tersebut adalah AIS (22), AF (28), dan TM (34), yang memiliki peran berbeda dalam kasus ini.
Motif Penyebaran Hoaks untuk Promosi Bisnis
Kasus ini bermula pada awal Januari 2025, saat AF, seorang marketing dari PT Digikreatif Teknologi Indonesia (DTI) atau dikenal sebagai ASN Institute, bertemu dengan TM, Direktur PT DTI.
Dalam pertemuan tersebut, AF menyarankan pembuatan artikel dengan topik “biaya pendidikan Akpol” sebagai upaya menarik calon peserta bimbingan belajar di ASN Institute.
Kasubnid Penmas Bid Humas Polda Sulsel, AKBP Yerlin Tending Kate, mengungkapkan, “Pada tanggal 15 Januari 2025, AF memberikan kata kunci ‘Biaya Pendidikan Akpol’ kepada AIS untuk dibuatkan artikel. Artikel tersebut kemudian diunggah di situs resmi ASN Institute.”
Beberapa hari setelahnya, tepatnya pada 17 Januari 2025, artikel dengan judul “Nominal Biaya Pendidikan Akpol 2025 Yang Wajib Kamu Ketahui!” dipublikasikan ulang oleh AIS, seorang karyawan ASN Institute.
Artikel ini memuat informasi yang ternyata tidak memiliki dasar dan dianggap merugikan pihak terkait.
Penyelidikan dan Penangkapan

Polda Sulsel langsung bergerak setelah menerima laporan terkait konten tersebut.
“Kami menindaklanjuti laporan ini dengan melakukan analisa serta pengumpulan bahan keterangan. Berdasarkan penyelidikan, pelaku berhasil diidentifikasi berada di wilayah Makassar,” jelas AKBP Yerlin.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa ASN Institute sebagai bimbingan belajar menjadi pengunggah utama narasi tersebut.
Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Sulsel kemudian menangkap ketiga pelaku dan menyita barang bukti berupa satu unit HP Oppo A12, HP Itel S23, iPhone 13 Mini, satu unit laptop Lenovo, serta tangkapan layar artikel yang diunggah di situs ASN Institute.
Peran Tersangka dalam Kasus
Dalam rilis resminya, AKBP Yerlin menjelaskan peran masing-masing tersangka. AIS, karyawan ASN Institute, bertugas menulis artikel hoaks.
AF sebagai marketing bertanggung jawab memberikan kata kunci “Biaya Pendidikan Akpol” kepada AIS, sementara TM, Direktur PT Digikreatif Teknologi Indonesia sekaligus pemilik website, memberikan persetujuan akhir untuk mempublikasikan artikel tersebut.
Pasal dan Ancaman Hukuman
Ketiga pelaku dijerat dengan Pasal 45A ayat (1) dan (2) juncto Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Para pelaku terancam hukuman pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar,” tambah AKBP Yerlin.
Hoaks Sebagai Ancaman Digital
Kasus ini menjadi pengingat bahwa penyebaran informasi bohong di era digital dapat berdampak luas, tidak hanya merusak kredibilitas institusi tetapi juga menyesatkan masyarakat.
Polisi mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima informasi, terutama yang berkaitan dengan lembaga resmi seperti Akpol.
“Publik harus berhati-hati dalam menerima informasi dan memastikan kebenaran dari sumber-sumber yang kredibel,” tutup AKBP Yerlin.
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut oleh Polda Sulsel untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.