Sulseltimes.com Wajo — Kabar terbaru dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Wajo menghebohkan publik Sulawesi Selatan. Lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kredit fiktif di Bank Plat Merah Wajo, yang diduga menimbulkan kerugian negara mencapai Rp700 juta hingga Rp762 juta.
Para tersangka terdiri atas dua mantri bank berinisial K dan M, serta tiga calo berinisial S, N, dan A. Kasus ini terungkap setelah penyidik menemukan rangkaian bukti kuat mengenai penyelewengan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bank milik pemerintah tersebut.
Bukti Kuat di Balik Penetapan Tersangka
Setelah melakukan investigasi dan pemeriksaan sejak November 2024 hingga Januari 2025, tim penyidik Kejari Wajo memastikan bahwa kelima orang ini terlibat dalam rangkaian dugaan tindak pidana korupsi.
Mereka diduga mempraktikkan skema kredit tempilan dan fraud yang melibatkan nama-nama debitur fiktif, dokumen palsu, serta aliran dana yang tidak sesuai prosedur.
Penetapan tersangka itu sendiri dibuat berdasarkan Surat Penetapan Kepala Kejaksaan Negeri Wajo, yang diikuti penahanan di Rutan Kelas IIB Sengkang selama 20 hari terhitung mulai 17 Januari 2025.
Kepala Kejari Wajo, Andi Usama Harun, menyatakan bahwa penahanan dilakukan karena ancaman hukuman terhadap pelaku korupsi melebihi lima tahun penjara, sehingga sesuai dengan pertimbangan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca Juga: Lima Tersangka Korupsi KUR di Wajo Kejari Tetapkan Dua Mantri dan Tiga Calo sebagai Pelaku Utama
Skema Kredit Tempilan

Kredit Usaha Rakyat merupakan salah satu program unggulan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Namun, dalam kasus ini, KUR justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi oleh beberapa oknum yang bekerja sama satu sama lain.
- Mantri Bank (K dan M)
- Keduanya bertanggung jawab menyeleksi kelayakan nasabah, melakukan survei lapangan, dan memastikan prosedur penyaluran KUR berjalan semestinya.
- Namun, berdasarkan penyelidikan, K dan M diduga mengabaikan standar operasional prosedur (SOP), memuluskan pengajuan kredit, dan menyetujui dokumen-dokumen palsu yang disodorkan para calo.
- Calo (S, N, dan A)
- Berperan sebagai penghubung, mencari ‘nasabah’ yang sebenarnya hanya meminjam identitas orang lain.
- Mengatur pembagian dana hasil pencairan, di mana sebagian uang diserahkan kepada debitur fiktif, sedangkan sisanya dikantongi oleh calo dan oknum mantri.
Modus semacam ini dikenal dengan istilah kredit tempilan, artinya nama debitur hanya sebatas formalitas, sementara penerima manfaat sesungguhnya adalah pihak-pihak lain.
Aksi ini biasanya memanfaatkan kelemahan sistem verifikasi di bank, terutama jika ada kerja sama dengan orang dalam.
Tahapan Penyelidikan
- November 2024: Kejari Wajo mulai menaruh perhatian pada sejumlah laporan terkait penyaluran KUR yang dianggap bermasalah.
- Pemeriksaan Saksi: Prosesnya melibatkan puluhan saksi, termasuk petugas bank, nasabah asli, serta pihak ahli di bidang perbankan dan keuangan.
- Analisis Dokumen: Penyidik menelusuri berkas-berkas pengajuan kredit, data identitas, serta arus dana untuk menemukan kejanggalan. Terbukti, terdapat 26 nama debitur yang sebagian besar ternyata tidak pernah mengajukan kredit.
- Penetapan Tersangka: Setelah mengantongi dua alat bukti yang sah, penyidik mengantarkan kasus ini ke tahap penuntutan dengan menerbitkan surat penetapan tersangka bagi K, M, S, N, dan A.
Penetapan tersangka dilakukan secara bertahap. Awalnya, tiga tersangka telah dinyatakan sejak akhir 2024, lalu berkembang menjadi total lima orang pada awal Januari 2025, sesuai peningkatan temuan bukti.
Alasan Penahanan dan Potensi Pengembangan Kasus
Kejari Wajo menyatakan bahwa penahanan dilakukan bukan sekadar formalitas, melainkan mempertimbangkan risiko yang mungkin ditimbulkan jika para tersangka dibiarkan bebas.
Risiko itu meliputi kemungkinan melarikan diri, menghilangkan bukti, atau merusak proses penyidikan.
Selain itu, dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara, penyidik memiliki legitimasi untuk melakukan penahanan.
Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 menjadi landasan kuat bagi penindakan hukum terhadap praktik korupsi yang merugikan negara.
Kejari Wajo juga tidak menutup kemungkinan pengembangan kasus di kemudian hari. Jika ditemukan bukti bahwa ada pihak lain, baik di dalam maupun di luar lingkungan bank, yang turut andil, status tersangka bisa diperluas.
Hal ini didukung oleh hasil audit internal yang masih berjalan di lingkungan perbankan setempat.
Total Kerugian Negara
Perkiraan kerugian negara sekitar Rp700 juta hingga Rp762 juta. Angka ini didapat dari akumulasi pinjaman KUR yang dicairkan tanpa prosedur benar, tidak dikelola untuk aktivitas usaha yang riil, serta potensi gagal bayar.
Setiap dana KUR yang macet, khususnya dalam skema subsidi pemerintah, akan berdampak pada beban keuangan negara.
Kerugian ini pun bisa bertambah seiring ditemukannya debitur fiktif baru atau manipulasi kredit lainnya.
Dalam konteks perekonomian daerah, penyelewengan KUR semacam ini turut menghambat potensi perkembangan UMKM yang seharusnya mendapatkan dana segar demi memperluas usahanya.
Terungkapnya kredit fiktif di Bank Plat Merah Wajo telah menyeret lima orang menjadi tersangka, di antaranya dua mantri bank berinisial K dan M, serta tiga calo yakni S, N, dan A. Praktik ini membuat kerugian negara mencapai Rp700 juta lebih.
Melalui proses hukum yang ketat, Kejari Wajo menahan para tersangka di Rutan Kelas IIB Sengkang untuk mencegah penghilangan bukti maupun upaya melarikan diri.
Di balik itu semua, kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk membersihkan praktik korupsi dalam penyaluran KUR, sehingga amanah pemerintah dalam membantu UMKM bisa terlaksana tanpa gangguan.
Kasus ini juga menegaskan betapa pentingnya compliance (kepatuhan) internal di lembaga keuangan, keberanian masyarakat untuk melapor, dan kesungguhan aparat dalam menindak pelaku.
Dengan sinergi dari berbagai pihak, penyelewengan dana publik seperti ini dapat ditekan, dan KUR dapat kembali menjadi instrumen efektif dalam meningkatkan perekonomian rakyat.