Sulseltimes.com Makassar – Proses eksekusi lahan yang berlangsung di Jalan A.P. Pettarani, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (13/2/2025) mendapat sorotan luas setelah terjadi kericuhan antara aparat kepolisian dan warga yang berusaha mempertahankan lokasi tersebut.
Eksekusi yang melibatkan delapan bangunan rumah toko (ruko) dan Gedung Hamrawati itu dipimpin langsung oleh Pengadilan Negeri (PN) Makassar, dengan pengamanan ketat dari aparat kepolisian dan TNI.
Proses Eksekusi dan Imbauan Kepolisian

Pihak kepolisian menerjunkan sekitar 1.000 personel gabungan untuk mengamankan jalannya eksekusi lahan tersebut.
Pengamanan dilakukan untuk memastikan eksekusi berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku, mengingat adanya perlawanan dari warga yang merasa dirugikan oleh proses eksekusi ini.
Kabag OPS Polrestabes Makassar, AKBP Darminto, menjelaskan bahwa warga yang berusaha mempertahankan bangunan mereka melakukan aksi unjuk rasa dengan cara melemparkan batu ke arah petugas kepolisian.
“1000 personel gabungan kami kerahkan untuk menjaga situasi tetap aman,” ujar Darminto saat saat diwawancarai.
Darminto menjelaskan, meskipun beberapa warga melempar batu dan membakar ban sebagai bentuk perlawanan, aparat kepolisian dengan perlengkapan yang lengkap berhasil mengendalikan situasi.
“Kami sudah imbau agar aksi unjuk rasa mereka tidak menyebabkan kericuhan. Kami dorong, kami semprot dengan air, dan semuanya mundur. Aksi tersebut selesai dengan aman,” lanjut Darminto.
Warga yang Melawan Eksekusi
Aksi perlawanan ini didorong oleh keluarga warga yang selama bertahun-tahun menetap di kawasan tersebut dan memiliki toko-toko di lokasi yang akan dieksekusi.
Mereka merasa tidak terima dengan keputusan pengadilan yang memutuskan untuk membongkar dan mengosongkan bangunan yang mereka huni.
Meskipun telah diberi imbauan untuk tidak menghalangi jalannya eksekusi, beberapa warga tetap bertahan dengan cara-cara yang anarkis.
“Lempar batu itu wajar, namanya juga mempertahankan,” ungkap Darminto, mengakui perlawanan dari warga sebagai reaksi natural dari mereka yang merasa haknya terancam.
Aparat TNI-Polri Menangani Kericuhan
Beruntung, kericuhan tersebut tidak berlangsung lama berkat kehadiran aparat gabungan dari TNI dan Polri yang berkoordinasi dengan baik dalam menjaga keamanan.
Meskipun ada perlawanan yang dilakukan oleh warga, jumlah personel yang banyak dan perlengkapan yang lengkap berhasil meredakan ketegangan.
Darminto mengungkapkan, meskipun situasi sempat tegang, tidak ada korban jiwa yang jatuh dalam insiden tersebut.
“Alhamdulillah, tidak ada korban jiwa. Namun, dua warga diamankan karena dianggap menghalangi jalannya eksekusi dan berbuat anarkis,” jelasnya.
Latar Belakang Eksekusi dan Proses Hukum
Eksekusi lahan ini dilakukan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor 05 EKS/2021/PN.Mks jo.No.:49/Pdt.G/2018/PN.Mks dalam perkara antara Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi dan Drs. Salahuddin Hamat Yusuf, M.Si, dkk sebagai termohon eksekusi.
Sapta Putra, Panitera PN Makassar, menjelaskan bahwa pelaksanaan eksekusi lahan berjalan sesuai dengan prosedur dan pengawasan yang ketat dari aparat kepolisian serta instansi terkait.
“Kami telah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi terkait guna memastikan eksekusi berjalan tertib dan sesuai prosedur. Sejauh ini, pelaksanaan eksekusi berlangsung kondusif tanpa ada perlawanan berarti dari pihak termohon,” kata Sapta.
Dampak Sosial dan Reaksi Masyarakat
Eksekusi lahan yang berlangsung di Jalan A.P. Pettarani menyoroti masalah ketegangan sosial yang terjadi akibat sengketa lahan.
Warga yang tinggal di kawasan tersebut merasa kecewa karena harus meninggalkan tempat tinggal dan usaha yang telah lama mereka bangun.
Sementara itu, masyarakat yang melihat proses eksekusi ini menyadari bahwa meskipun terdapat prosedur hukum yang mengatur, dampak sosial dan emosional bagi keluarga yang terdampak sangat besar.
Selain itu, tindakan anarkis dari sebagian warga yang mempertahankan hak mereka, meskipun dapat dimaklumi, memperlihatkan betapa sengketa lahan bisa memicu konflik di tengah masyarakat.
Polisi dan TNI pun berperan penting dalam memastikan eksekusi berjalan tanpa adanya eskalasi yang lebih besar.
Seperti yang diungkapkan oleh Darminto, kericuhan yang sempat terjadi hanya berlangsung sebentar dan berhasil diredam dengan baik.
Proses eksekusi lahan ini menambah panjang daftar sengketa lahan yang belum selesai di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Kota Makassar.
Penyelesaian sengketa semacam ini membutuhkan pendekatan yang hati-hati dan melibatkan berbagai pihak, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan.
Dalam hal ini, pengadilan yang berperan sebagai mediator antara pihak pemohon dan termohon eksekusi diharapkan bisa memberikan solusi yang adil bagi semua pihak.
Eksekusi lahan di Jalan A.P. Pettarani, Makassar, pada 13 Februari 2025, menunjukkan betapa rumitnya proses penyelesaian sengketa lahan yang melibatkan aspek hukum dan sosial.
Beruntung, dengan pengamanan yang melibatkan 1.000 personel gabungan TNI dan Polri, situasi dapat terkendali tanpa jatuhnya korban jiwa.
Namun, peristiwa ini menimbulkan refleksi mendalam mengenai pentingnya pendekatan yang lebih bijaksana dalam menangani sengketa lahan di masa depan.
Pemerintah, pengadilan, dan aparat harus bekerja sama untuk mencari solusi terbaik bagi warga yang terdampak, sekaligus memastikan bahwa setiap eksekusi dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan.
Berita ini menunjukkan bahwa meskipun eksekusi lahan merupakan keputusan hukum yang sah, implementasinya harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan, agar tidak menimbulkan kerusuhan yang merugikan masyarakat.