Sulseltimes.com Makassar, Kamis, 27/11/2025 – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar mengangkat persoalan serius terkait lonjakan signifikan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pemerintah kota yang mencapai Rp300 hingga Rp400 miliar dalam rapat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2026.
Angka ini jauh melampaui prediksi awal pada saat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang hanya memperkirakan SILPA berada di kisaran Rp200 miliar. Tingginya sisa anggaran yang tidak terserap ini menjadi sinyal peringatan tentang rendahnya kemampuan eksekusi berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan ketidaktepatan dalam perencanaan program.
- DPRD Makassar soroti SILPA mencapai Rp300-400 miliar, jauh di atas prediksi awal Rp200 miliar
- Anggota Banggar Hartono meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah lebih selektif dalam alokasi pagu anggaran
- Tingginya SILPA menunjukkan rendahnya serapan anggaran dan ketidakterlaksanaan program masyarakat
- SILPA yang terus membesar dapat mengganggu postur anggaran dan mengindikasikan perencanaan tidak tepat
- DPRD meminta Pemkot evaluasi OPD yang tidak optimal dalam eksekusi serta perketat verifikasi anggaran
SILPA Tinggi Mencerminkan Ketidakoptimalan Eksekusi Program di Tingkat OPD
Lonjakan SILPA yang signifikan merupakan fenomena yang tidak dapat diabaikan dalam analisis kinerja keuangan daerah. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Makassar, Hartono, memandang kondisi ini bukan sekadar angka teknis dalam laporan keuangan, melainkan refleksi dari berbagai permasalahan fundamental dalam proses perencanaan dan pelaksanaan anggaran di tingkat OPD.
Hartono menegaskan bahwa lonjakan SILPA tidak boleh diperlakukan sebagai hal yang biasa terjadi atau bersifat normal dalam siklus penganggaran. Sebaliknya, fenomena ini harus menjadi peringatan dini tentang beberapa isu krusial yang memerlukan perhatian serius dari pimpinan daerah dan jajaran Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“TPAD harus bisa melihat setiap OPD di pemerintah kota Makassar. Jangan memberikan anggaran yang tidak bisa dieksekusi oleh OPD tersebut,” tegas Hartono, Anggota Banggar DPRD Makassar, Kamis, 27/11/2025.
Pernyataan ini mengandung pesan yang jelas bahwa proses alokasi anggaran harus didahului dengan analisis mendalam mengenai kapasitas setiap OPD dalam mengeksekusi program yang direncanakan. Pemberian anggaran secara sembarangan tanpa mempertimbangkan kemampuan teknis, sumber daya manusia, dan persiapan operasional OPD bersangkutan akan berakibat pada tidak terserapnya dana yang telah dialokasikan.
Serapan anggaran yang rendah mengindikasikan bahwa program-program yang dirancang untuk memberikan manfaat bagi masyarakat tidak dapat terlaksana dengan baik. Ketika SILPA membesar, artinya ada sejumlah besar dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan publik atau mengimplementasikan inisiatif pembangunan, tetapi gagal terserap karena berbagai kendala di tingkat pelaksanaan.
Keterbatasan Anggaran Daerah Menuntut Pemanfaatan Maksimal
Hartono mengingatkan bahwa Pemkot Makassar menghadapi keterbatasan signifikan dalam hal ketersediaan anggaran daerah untuk memenuhi seluruh kebutuhan pembangunan dan operasional di kota. Dalam kondisi keterbatasan ini, efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan anggaran menjadi faktor kritis yang tidak dapat ditawar-tawar.
Perbedaan antara prediksi awal dan realisasi SILPA yang akhirnya mencapai Rp300-400 miliar menunjukkan bahwa ada kesalahan estimasi yang cukup besar dalam fase perencanaan awal. Ketika KUA-PPAS disusun, estimasi SILPA hanya berkisar Rp200 miliar, tetapi hasil aktual menunjukkan angka yang hampir dua kali lipat. Hal ini mengungkapkan adanya gap yang signifikan antara ekspektasi dan realitas dalam pelaksanaan anggaran.
“Di awal rapat kita prediksi SILPA sekitar 200-an miliar. Tapi angka di sini menunjukkan Rp300 hingga 400 miliar. Mudah-mudahan tahun depan tidak lagi terjadi, sehingga anggaran kita yang sedikit ini bisa maksimal dibelanjakan untuk masyarakat,” ujar Hartono, Anggota Banggar DPRD Makassar, Kamis, 27/11/2025.
Keterbatasan anggaran daerah yang berhadapan dengan kebutuhan pembangunan yang tidak terbatas membuat setiap rupiah yang tersedia harus dioptimalkan. SILPA yang tinggi pada dasarnya adalah uang yang tertidur dan tidak memberikan manfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Makassar.
SILPA Membesar Mengganggu Postur Anggaran Jangka Panjang
Dampak negatif dari SILPA yang terus membesar bukan hanya bersifat sesaat, tetapi dapat mengganggu postur anggaran di tahun-tahun berikutnya. Dana yang gagal terserap dalam satu tahun anggaran akan mengalami rollover atau ditransfer ke tahun anggaran berikutnya, yang pada gilirannya akan mempengaruhi komposisi dan prioritas anggaran tahun depan.
Hartono menekankan bahwa ketika dana gagal terserap, hal ini mengindikasikan beberapa kemungkinan yang semuanya merugikan. Pertama, program-program yang dirancang mungkin tidak berjalan sama sekali karena berbagai hambatan implementasi. Kedua, perencanaan program mungkin tidak tepat dalam hal timing, lokasi, atau desain teknis yang mengakibatkan program tidak dapat dijalankan sesuai rencana. Ketiga, eksekusi di tingkat OPD mungkin tidak optimal karena berbagai keterbatasan kapasitas, kompetensi, atau koordinasi antar unit kerja.
“Kalau kita lihat data, SILPA kita ini di atas 300 miliar. Ini perlu diwaspadai, Pak Wali dan jajaran TAPD. Karena ini berkaitan dengan kinerja pemerintah kota, terutama OPD yang memiliki anggaran besar tetapi tidak bisa menyerap maksimal,” tegasnya.
Menurut Hartono, fenomena SILPA yang membesar merefleksikan tidak hanya masalah teknis belaka, melainkan juga menunjukkan adanya indikasi kinerja pemerintah daerah yang kurang optimal. OPD yang memiliki alokasi anggaran besar tetapi tidak mampu menyerap dengan maksimal memerlukan evaluasi serius dan perbaikan dalam berbagai aspek manajemen.
Evaluasi Komprehensif dan Penguatan Verifikasi Anggaran
DPRD berharap agar Pemkot Makassar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh OPD yang menunjukkan indikasi ketidakmampuan dalam mengeksekusi anggaran secara maksimal. Evaluasi ini tidak boleh bersifat superfisial, melainkan harus menggali akar permasalahan yang menyebabkan rendahnya serapan anggaran di OPD-OPD tertentu.
Hartono juga meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk memperketat mekanisme verifikasi anggaran dalam proses perencanaan. Verifikasi yang lebih ketat akan memastikan bahwa hanya program-program yang benar-benar siap dan dapat dijalankan yang masuk dalam dokumen perencanaan anggaran tahun-tahun mendatang. Dengan cara ini, Pemkot dapat menghindari terulangnya situasi dimana anggaran dialokasikan untuk program yang pada akhirnya tidak dapat dieksekusi dengan baik.
Penguatan verifikasi anggaran juga perlu melibatkan assessment yang lebih mendalam terhadap kesiapan teknis OPD, persiapan dokumen dan perizinan yang diperlukan, serta koordinasi antar OPD yang terlibat dalam suatu program terintegrasi. Dengan mekanisme verifikasi yang lebih solid, peluang terjadinya SILPA yang tinggi dapat diminimalkan.
Harapan DPRD adalah agar dalam penyusunan APBD tahun-tahun berikutnya, terutama dalam perencanaan anggaran 2026, Pemkot Makassar dan TAPD dapat mengaplikasikan pembelajaran dari pengalaman SILPA tinggi ini untuk menghasilkan alokasi anggaran yang lebih realistis, tepat sasaran, dan dapat terserap secara optimal untuk memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat Kota Makassar.


















