Sulseltimes.com Makassar – Warga Bara-Baraya secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan keterangan atas Akta Otentik ke Polda Sulawesi Selatan.
Laporan ini didasarkan pada putusan Nomor: 2/Pdt.G/2017/PN Mks, yang mengungkap bahwa Nurdin Dg. Nombong dkk menggugat HW (Warga Bara-Baraya) dalam kasus wanprestasi.
Seorang warga Bara-Baraya menyatakan, “Pihak Kepolisian menerima laporan kami, setidaknya ketika warga ingin melakukan peningkatan hak, namun terhalangi dengan adanya sertifikat pengganti tahun 2016. Sedangkan berdasarkan sertifikat nomor 4, tanah tersebut sudah habis terjual.”
Putusan tersebut memberikan harapan baru bagi warga yang sejak 2017 hidup di bawah bayang-bayang ancaman penggusuran.
Masalah ini bermula pada tahun 2013, ketika Nurdin Dg. Nombong melaporkan kehilangan Sertifikat Hak Milik No. 4 di Kamp Bara-Baraya, Kota Makassar, seluas 32.040 m² atas nama Moedhinoeng Daeng Matika.
Laporan kehilangan tersebut dimuat dalam harian Tribun Timur pada 25 Juni 2013, dengan klaim bahwa sertifikat hilang sejak Juni 2007.
Namun, belakangan ditemukan fakta bahwa laporan kehilangan ini menjadi dasar bagi Nurdin dkk untuk menggugat salah seorang warga yang telah membeli tanah tersebut.
Dalam putusan perkara, warga yang digugat diminta menyerahkan Sertifikat Hak Milik No. 4 tertanggal 26 Juni 1965 kepada Nurdin untuk dikembalikan ke Kantor BPN Kota Makassar dan ditarik dari peredaran.
Namun, berdasarkan temuan terbaru, ternyata Nurdin Dg. Nombong telah menjual tanah yang sama dengan SHM No. 4, yang kemudian menjadi akar masalah bagi warga Bara-Baraya setelah muncul sertifikat baru SHM No. 4 tahun 2016.
Dugaan Mafia Tanah dan Laporan Pidana
Pendamping hukum warga Bara-Baraya, Razak, menyatakan bahwa kasus ini mengarah pada dugaan praktik mafia tanah. “Ini merupakan petunjuk kuat bahwa dugaan adanya mafia tanah dalam kasus sengketa tanah Bara-Baraya. Sebetulnya, Nurdin dkk mengetahui dan telah berbohong jika sertifikat telah hilang,” tegasnya.
Laporan pidana warga Bara-Baraya mengacu pada Pasal 266 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam sesuatu akta otentik tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya, maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.”
Dengan adanya laporan ini, warga berharap dapat memperkuat posisi mereka dalam menghadapi ancaman penggusuran yang terus menghantui mereka selama lebih dari delapan tahun.
Mereka menegaskan bahwa kasus ini sudah direkayasa sejak awal, yang menyebabkan 190-an warga kehilangan hak atas tanah mereka.
Mendesak Penundaan Eksekusi Penggusuran
Warga Bara-Baraya meminta Pengadilan Negeri Makassar serta pihak berwenang untuk menunda segala upaya eksekusi sebelum fakta sebenarnya terungkap sepenuhnya.
“Hingga fakta sebenarnya belum terungkap, tidak ada alasan kuat bagi Pengadilan Negeri Makassar untuk melakukan upaya penggusuran terhadap Warga Bara-Baraya,” kata seorang warga.
Warga menegaskan tekad mereka untuk mempertahankan hak tanah yang mereka miliki.
“Hingga terang menyelinap keluar dalam himpitan gelap, hingga semua kebenaran terungkap, barikade kokoh akan berdiri di Bara-Baraya,” tutup pernyataan mereka.