Berita

Perbandingan Sistem Iuran Sampah di Kota Makassar dan Daerah Lain: Dugaan Korupsi dan Praktik Transparansi

0
×

Perbandingan Sistem Iuran Sampah di Kota Makassar dan Daerah Lain: Dugaan Korupsi dan Praktik Transparansi

Sebarkan artikel ini
Nota retribusi pembayaran iuran sampah Makassar
WhatsApp Logo
Sulsel Times Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Sulseltimes.com Makassar, 8 Desember 2024 – Polemik iuran sampah di Kota Makassar terus menuai kritik tajam, terutama setelah munculnya dugaan korupsi iuran sampah yang melibatkan oknum Pemerintah Kota (Pemkot).

Berbeda dengan beberapa daerah lain di Indonesia yang sudah menerapkan sistem pengelolaan sampah yang lebih transparan dan akuntabel.

Makassar kini menjadi sorotan karena ketidakwajaran dalam besaran iuran dan pengelolaannya.

Sistem Iuran Sampah di Makassar: Masalah Tarif dan Dugaan Penyimpangan

Di bawah kepemimpinan Wali Kota Makassar, Danny Pomanto, kebijakan iuran sampah bulanan diterapkan dengan tarif yang bervariasi, yakni Rp 15 ribu, Rp 25 ribu, hingga Rp 35 ribu per bulan.

Tarif yang tidak seragam di 15 kecamatan ini menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat.

Ketua DPP Gempar NKRI, Askari UT, menilai kebijakan tersebut meresahkan dan membebani masyarakat kecil, terutama karena pendapatan masyarakat yang terbatas tidak sebanding dengan kualitas layanan sampah yang diterima.

Dalam keterangannya, Askari juga menyebut adanya indikasi penyimpangan dana oleh oknum lurah dan camat untuk kepentingan pribadi.

“Iuran sampah ini harus diusut serius. Tidak ada transparansi ke mana dana tersebut disalurkan, apakah menjadi pemasukan daerah atau justru masuk ke kantong pribadi,” tegasnya.

Baca Juga: DPP Gempar NKRI Desak APH Usut Dugaan Korupsi Iuran Sampah di Kota Makassar

Praktik Transparansi di Daerah Lain

Berbeda dengan Makassar, beberapa kota besar seperti Surabaya dan Bandung telah berhasil menerapkan sistem iuran sampah yang lebih transparan dan terstruktur:

  1. Surabaya: Pemerintah Kota Surabaya menetapkan tarif iuran sampah yang seragam berdasarkan klasifikasi rumah tangga, usaha, dan industri. Iuran ini tercantum dalam Peraturan Wali Kota dan dipublikasikan secara terbuka melalui situs resmi Pemkot Surabaya.
    Dana yang terkumpul digunakan untuk peningkatan layanan kebersihan, seperti penambahan armada truk sampah, pembangunan TPS (Tempat Pembuangan Sementara), dan pemeliharaan fasilitas daur ulang.
  2. Bandung: Kota Bandung menerapkan retribusi sampah berbasis elektronik melalui aplikasi khusus. Warga bisa memantau besaran tarif dan pembayaran langsung dari sistem yang terintegrasi dengan bank daerah. Transparansi penggunaan dana juga dilaporkan secara rutin oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat.
  3. Yogyakarta: Yogyakarta menetapkan tarif berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur retribusi sampah. Penagihan dilakukan secara rutin dengan bukti pembayaran resmi, yang kemudian dimasukkan dalam pendapatan asli daerah (PAD) dan dilaporkan melalui APBD.

Mengapa Transparansi Penting?

Penerapan sistem iuran sampah yang transparan, seperti di Surabaya dan Bandung, memastikan dana publik digunakan sesuai peruntukannya.

Dengan adanya pengawasan yang ketat, peluang penyalahgunaan dana dapat diminimalkan.

Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi di Makassar, di mana tidak ada kejelasan soal aliran dana iuran sampah.

Pengamat kebijakan publik, Dr. Hendrik Arifin, menilai bahwa keterbukaan informasi dalam pengelolaan dana publik adalah kunci menghindari korupsi.

“Ketika masyarakat tahu ke mana uang mereka digunakan, kepercayaan publik akan terbangun. Sebaliknya, jika ada ketidakjelasan seperti di Makassar, wajar jika muncul dugaan korupsi,” ujar Hendrik.

Tuntutan Transparansi dan Peran APH

Melihat perbandingan dengan daerah lain, polemik iuran sampah di Makassar menjadi contoh perlunya reformasi sistem pengelolaan sampah yang transparan.

DPP Gempar NKRI meminta Polda Sulsel dan Kejati Sulsel untuk segera menyelidiki dugaan korupsi ini.

Jika benar terbukti, penegakan hukum harus dilakukan secara tegas agar menjadi pelajaran bagi daerah lain.

“Ini bukan hanya soal sampah, tetapi tentang kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Aparat penegak hukum harus hadir untuk membuktikan bahwa hukum bisa melindungi rakyat kecil,” tutup Askari.

Kasus ini bisa menjadi momentum bagi Pemkot Makassar untuk memperbaiki kebijakan iuran sampah dengan belajar dari praktik terbaik di daerah lain.

Transparansi penggunaan dana, layanan yang memadai, dan pengawasan publik harus menjadi prioritas dalam kebijakan pengelolaan sampah ke depan.

Dengan begitu, dugaan korupsi iuran sampah tidak hanya dapat diusut tuntas, tetapi juga menjadi pengingat bahwa transparansi dan akuntabilitas adalah hak masyarakat yang tidak boleh diabaikan.

WhatsApp Logo
Ikuti Sulsel Times di
Google News
Follow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *