Berita

Kasus Perselingkuhan Eks Dandim Makassar Mandek Ada Apa Ini? Pelapor Siap Tempuh Hukum Adat!

Avatar of sulseltimes
11
×

Kasus Perselingkuhan Eks Dandim Makassar Mandek Ada Apa Ini? Pelapor Siap Tempuh Hukum Adat!

Sebarkan artikel ini
Kasus Perselingkuhan Eks Dandim Makassar Mandek Ada Apa Ini? Pelapor Siap Tempuh Hukum Adat!
Dr. Jainal Arifin (tengah) bersama Tim pengacaranya, Agusman Hidayat, saat konferensi pers di Makassar (doc ist).
WhatsApp Logo
Sulsel Times Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Sulseltimes.com Makassar — Kasus dugaan perselingkuhan yang melibatkan mantan Komandan Kodim (Dandim) 1408/Makassar, Letkol Inf LG, dan istri dokter berinisial IA (anak mantan Gubernur Sulawesi Selatan) hingga kini belum menemui kejelasan hukum.

Pelapor, dr. Jainal Arifin, menyatakan siap menempuh jalur hukum adat Bugis Bone jika proses hukum formal dinilai tidak adil. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers di Makassar, Kamis (30/1/2025), setelah laporan ke Polda Sulsel dan Pomdam XIV/Hasanuddin terhambat selama tiga bulan.

Kronologi

Kasus Perselingkuhan Eks Dandim Makassar Mandek Ada Apa Ini? Pelapor Siap Tempuh Hukum Adat!
Dr. Jainal Arifin (tengah) bersama Tim pengacaranya, Agusman Hidayat, saat konferensi pers di Makassar (doc ist).

Kasus ini bermula pada 15 Agustus 2024, ketika Jainal menemukan rekaman CCTV yang menunjukkan istrinya, IA, bersama Letkol Inf LG di sebuah hotel di Makassar.

Video tersebut, yang telah diverifikasi keasliannya oleh Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Sulsel, menjadi bukti utama pelaporan dugaan tindak pidana asusila dan perzinahan ke SPKT Polda Sulsel (No. STTLP/B/978/XI/2024) pada 2 November 2024.

Selain itu, Letkol Inf LG juga dilaporkan ke Polisi Militer Kodam (Pomdam) XIV/Hasanuddin pada 20 September 2024.

Meski Letkol Inf LG telah ditetapkan sebagai tersangka pada 19 November 2024, berkas perkara dikembalikan oleh Oditurat Militer (Otmil) IV-17 Makassar dengan alasan “unsur delik pidana belum terpenuhi”.

Agusman Hidayat, kuasa hukum Jainal, menegaskan bahwa proses hukum di institusi TNI dan Polri berjalan lambat.

“Pihak Otmil menganggap kasus ini hanya layak dikenai sanksi disiplin, tetapi bentuk sanksinya pun belum jelas,” ujarnya.

Baca Juga: Identitas Wanita Diduga Selingkuhan Letkol Inf Lizardo Gumay Terungkap: Istri Seorang Dokter di Makassar

Dugaan Intervensi dan Latar Belakang Pelaku

Agusman menduga lambannya penanganan kasus ini disebabkan oleh intervensi pihak tertentu.

“Yang kami laporkan bukan orang biasa. Letkol LG adalah mantan pejabat militer, sementara IA adalah anak mantan gubernur,” tegasnya. Kapendam XIV/Hasanuddin,

Letkol Arm Gatot Awan Febrianto, membenarkan bahwa Letkol Inf LG telah dicopot dari jabatan Dandim dan dialihkan sebagai Staf Khusus Pangdam sejak November 2024.

“Ini komitmen TNI AD untuk menindak tegas pelanggaran,” kata Gatot.

Di sisi lain, Syahril Cakkari, pengacara IA, membantah tuduhan perselingkuhan dan menyebut laporan Jainal sebagai upaya “pencemaran nama baik”.

“Klien saya siap bersumpah bahwa tidak ada perselingkuhan. Pertemuan di cafe dan hotel hanya kebetulan,” tegas Syahril.

Ia juga menjelaskan bahwa konflik rumah tangga pasangan ini dipicu sengketa kepemilikan rumah di Makassar, yang diklaim sebagai milik mertua Jainal.

Kekecewaan Pelapor dan Ancaman Hukum Adat

Sebagai pria Bugis Bone, Jainal menegaskan bahwa perselingkuhan istri dan lambannya proses hukum telah melukai harga diri (siri)nya.

“Ini bukan sekadar persoalan rumah tangga, tapi martabat. Jika negara tidak bisa memberi keadilan, saya akan selesaikan secara adat,” tegasnya.

Dalam budaya Bugis, siri merupakan prinsip hidup yang menempatkan kehormatan di atas harta atau jabatan.

Jainal menyatakan telah mempersiapkan langkah hukum adat, termasuk melibatkan tokoh masyarakat dan pemangku adat Bone.

“Kami akan gelar rapang (musyawarah adat) jika perlu. Ini cara terakhir untuk memulihkan harga diri,” tambahnya.

Ancaman ini menuai perhatian luas, mengingat penyelesaian adat di Sulsel kerap melibatkan denda berat atau pengucilan sosial.

Hambatan Hukum

Ahli hukum pidana Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, menjelaskan bahwa kasus perselingkuhan sulit dibawa ke ranah pidana karena KUHP hanya mengatur perzinahan (Pasal 284) yang mensyaratkan pengaduan dari suami/istri sah.

“Video CCTV hotel belum cukup sebagai bukti tanpa pengakuan pelaku atau saksi lain,” ujarnya.

Sementara itu, proses hukum di lingkungan TNI diatur dalam Kitab Hukum Militer (KHM).

Letkol Inf LG berpotensi dikenai sanksi disiplin seperti penurunan pangkat atau pemberhentian tidak hormat jika terbukti melanggar kode etik.

“Tapi, penjatuhan sanksi harus melalui proses sidang militer yang ketat,” jelas Sofyan.

Respons Polda Sulsel dan Masyarakat

Polda Sulsel hingga kini belum memberikan klarifikasi resmi terkait progres penyelidikan.

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol. Andi Supriadi, hanya menyatakan, “Proses masih berjalan sesuai prosedur.”

Di media sosial, kasus ini memicu perdebatan. Sebagian netizen mendukung Jainal, sementara lainnya mempertanyakan motif pelaporan yang dinilai “terlalu gegabah”.

Tokoh adat Bugis Bone, Andi Pallawa Rappa, mengingatkan agar masyarakat tidak menghakimi sebelum putusan hukum.

“Hukum adat bukan alat balas dendam. Mari hormati proses yang ada,” pesannya.

Dampak Sosial dan Politik


Kasus ini menyoroti dua persoalan krusial di Sulsel: pertama, kerentanan sistem hukum terhadap intervensi elit, dan kedua, benturan antara hukum negara dengan nilai-nilai budaya lokal.

Mantan Ketua KPU Sulsel, Ilham D. Aras, menilai kasus ini berpotensi memengaruhi citra TNI dan institusi hukum di mata publik.

“Transparansi dan kecepatan proses hukum menjadi kunci pemulihan kepercayaan,” tegasnya.

Kasus perselingkuhan eks Dandim Makassar Letkol Inf LG dan istri dokter IA memperlihatkan kompleksitas penegakan hukum di Sulawesi Selatan, terutama ketika melibatkan figur berpengaruh.

Meski bukti video telah diverifikasi, lambannya proses di Polda Sulsel dan Otmil IV-17 Makassar memicu kecurigaan intervensi.

Ancaman dr. Jainal Arifin untuk menempuh hukum adat Bugis Bone menjadi tamparan bagi institusi hukum formal, sekaligus mengingatkan pentingnya integrasi nilai budaya dalam sistem peradilan Indonesia.

Perkembangan kasus ini akan menjadi ujian bagi komitmen pemerintah dalam melindungi keadilan masyarakat Sulsel, baik melalui jalur hukum nasional maupun kearifan lokal.

WhatsApp Logo
Ikuti Sulsel Times di
Google News
Follow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *