Sulsetimes.com Jakarta – Reformasi perpajakan di Indonesia memasuki babak baru dengan implementasi sistem administrasi pajak digital Coretax.
Sistem yang mulai diterapkan sejak awal Januari 2025 ini dirancang untuk menghadirkan efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi dalam pengelolaan pajak negara.
Langkah strategis ini menjadi bagian dari upaya mempercepat transformasi ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menekankan pentingnya digitalisasi untuk mendukung agenda reformasi pajak nasional.
“Coretax diproyeksikan meningkatkan tax ratio sebesar 2 persen poin dan menutup tax gap hingga 6,4 persen dari PDB. Dengan potensi tambahan penerimaan sebesar Rp 1.500 triliun dalam lima tahun ke depan, ini merupakan langkah yang sangat strategis,” ujar Luhut dalam kunjungannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Jakarta, Selasa (14/1).
Luhut juga menjelaskan bahwa sistem ini bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga mendorong kepatuhan wajib pajak.
Baca Juga: Luhut Binsar Pandjaitan Datangi Kantor Pajak: Coretax Menuai Kritik, Perbaikan Terus Dilakukan
“Integrasi antara Coretax dan sistem Govtech akan memperkuat interoperabilitas data antarinstansi, mempercepat pelayanan, dan meningkatkan efisiensi di sektor publik,” tambahnya. Ia menggarisbawahi pentingnya keamanan data wajib pajak untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Urgensi Coretax dalam Reformasi Pajak

Coretax hadir untuk menjawab berbagai keterbatasan dalam sistem perpajakan sebelumnya.
Sistem lama dianggap tidak lagi relevan dengan kebutuhan zaman, terutama dalam hal teknologi yang sudah usang, integritas data yang rendah, dan kesulitan dalam konsolidasi data perpajakan.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Coretax diharapkan menjadi solusi dari semua permasalahan tersebut.
“Dengan Coretax, data perpajakan dapat terkonsolidasi lebih baik, sehingga pemerintah memiliki peta yang jelas dalam mengoptimalkan potensi pajak di berbagai sektor,” jelas Sri Mulyani.
Implementasi sistem ini juga mendapat pengakuan dari Bank Dunia.
Dalam kajiannya, Bank Dunia menilai bahwa Coretax memiliki potensi signifikan untuk memperbaiki struktur penerimaan pajak Indonesia yang selama ini dinilai belum optimal.
Dengan tax ratio yang masih di bawah rata-rata negara-negara berkembang, reformasi ini menjadi krusial untuk memperbaiki kinerja ekonomi negara.
Peluang dan Tantangan di Masa Transisi
Meskipun Coretax memiliki banyak manfaat yang diharapkan, masa transisi menuju sistem ini tidak bebas dari tantangan.
Banyak wajib pajak yang mengeluhkan kendala teknis seperti kesulitan akses, pengiriman kode OTP, hingga masalah keamanan data.
Untuk itu, Luhut meminta agar layanan bantuan (helpdesk) terus diperkuat selama masa implementasi awal.
“Kami memahami bahwa transisi ke sistem baru selalu menghadirkan tantangan. Namun, dengan kerja sama dan perbaikan terus-menerus, saya optimis Coretax akan berjalan dengan baik dalam waktu dekat,” katanya.
Sebagai langkah antisipasi, DJP telah menyiapkan berbagai program pelatihan bagi petugas pajak dan masyarakat.
Pelatihan ini bertujuan untuk memastikan semua pihak memahami cara kerja sistem baru ini, sekaligus meminimalkan potensi gangguan di lapangan.