Sulseltimes.com Makassar, Senin, 22 September 2025 — Perang antarwarga kembali pecah di Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Bentrokan pada Minggu pagi, 21/09, melibatkan warga Layang dan Lorong 148.
Polisi yang datang membubarkan massa justru diserang dengan lemparan batu dan anak panah. Satu unit mobil terbakar.
Kapolrestabes Makassar Kombes Arya Perdana menyebut rentetan tawuran ini diduga berakar pada konflik lama sejak 1989 dan kini didalami untuk diselesaikan melalui kesepakatan damai, seraya meminta dukungan warga agar situasi kondusif.
- Perang antarwarga kembali pecah di Tallo, polisi diserang busur dan batu
- Satu mobil terbakar, 35 personel dikerahkan membubarkan massa
- Kapolrestabes Makassar Kombes Arya Perdana, Kapolsek Tallo Kompol Syamsuardi
- Minggu, 21/09/2025 pagi di Kelurahan Layang, Kecamatan Tallo
- “Ada ketersinggungan lama sejak 1989, kami dalami dan dorong kesepakatan damai,” kata Arya Perdana, Senin, 22/09/2025
Polisi Dalami Akar Konflik, Minta Warga Tidak Memberi “Panggung” Kericuhan
Kapolrestabes Makassar, Kombes Arya Perdana, mengungkap perang kelompok di Tallo diduga berawal dari ketersinggungan antarkelompok yang sudah berlarut sejak 1989.
Ia menegaskan jajarannya tengah mengumpulkan para pihak untuk dikonsolidasikan menuju kesepakatan bersama agar bentrokan tidak berulang.
“Ada ketersinggungan satu sama lain. Kami upayakan kesepakatan agar tidak ada lagi perang kelompok,” ujar Arya, Senin (22/09).
Di lapangan, Kapolsek Tallo Kompol Syamsuardi menjelaskan bentrokan terjadi sekitar pukul 07.00 Wita di Kelurahan Layang. Dua kelompok saling serang dengan batu, petasan, serta busur.
Satu unit mobil dilaporkan terbakar. Polisi mengerahkan 35 personel gabungan Polsek dan Polrestabes untuk membubarkan massa.
Sejumlah video yang beredar memperlihatkan polisi ditembaki anak panah dan dilempari batu ketika mencoba memisahkan massa.
Rekaman lain menampilkan warga saling serang di kawasan Lembo dan jembatan Layang.
Aparat menyebut informasi soal adanya korban terkena busur masih diverifikasi dan belum ada laporan resmi.
Arya menekankan peran warga sekitar krusial dalam meredam situasi.
Kebiasaan menonton di lokasi tawuran disebut justru memberi dukungan psikologis kepada pelaku.
“Jumlah personel yang datang tidak banyak. Kami serius menangani pelaku, tapi warga juga harus membantu agar tetap aman,” kata Arya, seraya menambahkan proses penindakan akan menyasar pihak yang terbukti terlibat.
Tallo berulang kali menjadi episentrum perang kelompok dengan kombinasi pasangan wilayah yang berganti, seperti Kandea melawan Layang, Layang melawan Lembo, Kandea melawan Lembo, hingga Layang melawan Sapiria.
Laporan radio pemerintah juga menyebut bentrokan terbaru melibatkan koridor Layang dan Sapiria.
Kronologi, Dampak, dan Langkah Lanjut
- Waktu dan lokasi: Minggu, 21/09/2025 sekitar pukul 07.00 Wita. Titik utama di Kelurahan Layang, Kecamatan Tallo.
- Pola serangan: Batu, petasan, dan busur. Polisi yang mencoba membubarkan massa juga menjadi sasaran lemparan dan tembakan anak panah.
- Kerusakan: Satu unit mobil terbakar.
- Penanganan: 35 personel gabungan diturunkan untuk memukul mundur massa dan memulihkan arus lalu lintas. Proses identifikasi pelaku serta pendalaman motif terus berjalan.
- Akar masalah: Diduga berangkat dari ketersinggungan lama sejak 1989 yang diwariskan lintas generasi. Aparat mendorong forum kesepakatan bersama tingkat kecamatan melibatkan tokoh masyarakat, pemerintah setempat, dan TNI–Polri.
Penegakan hukum disebut akan diarahkan kepada pelaku yang teridentifikasi dalam rekaman dan temuan di lokasi.
Selain jalur represif, upaya preventif seperti patroli jam rawan, penertiban petasan dan busur rakitan, serta mediasi berjenjang diusulkan sebagai kombinasi langkah cepat.
Laporan lapangan menampilkan rekaman video bentrokan yang memperkuat urgensi penertiban senjata rakitan di kawasan padat permukiman tersebut.
Perang antarwarga di Tallo kembali menunjukkan pola eskalasi cepat di jam pagi, penggunaan senjata berbahaya, serta kerentanan ruang publik.
Dengan indikasi akar konflik panjang, penyelesaian butuh dua jalur sekaligus, yaitu penegakan hukum tegas berbasis bukti dan konsolidasi sosial yang melibatkan warga, tokoh lokal, serta pemerintah setempat agar konflik tidak berulang.


















