BeritaHukum & PeristiwaViral

Kuasa Hukum Ishak Hamzah Tuding Kejari Makassar Terlibat Obstraction of Justice, Kejati Sulsel Diminta Atensi dan Periksa JPU

Avatar of Hasyim Ashari
10
×

Kuasa Hukum Ishak Hamzah Tuding Kejari Makassar Terlibat Obstraction of Justice, Kejati Sulsel Diminta Atensi dan Periksa JPU

Sebarkan artikel ini
IMG 20250326 WA0008
WhatsApp Logo
Sulsel Times Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Sulseltimes.com, Makassar – Kuasa hukum terlapor Ishak Hamzah, Wawan Nur Rewa, dalam Laporan Polisi Nomor 790/XII/2021/RESTABES MKS/POLDA SULSEL, menggelar konferensi pers di Kantor Lintas Mata Nusantara, Jalan Bawakaraeng, Makassar, Selasa (25/3/2025) malam.

Dalam kesempatan tersebut, ia mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan oknum Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar dalam penanganan perkara kliennya. Ia menduga adanya konspirasi yang melibatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), penyidik, dan pelapor yang menyebabkan kerugian hukum bagi Ishak Hamzah.

Menurut Jebolan Aktivis itu, proses hukum yang dijalani oleh kliennya penuh dengan kejanggalan. Ia menilai bahwa bukti yang diajukan dalam perkara tersebut tidak cukup kuat, baik secara materiil maupun formil, untuk melanjutkan proses penyidikan. Namun, ia menuding bahwa JPU cenderung berpihak kepada pelapor dan mengabaikan hak-hak hukum Ishak Hamzah sebagai terlapor.

SPDP Berulang dan Dugaan Penyalahgunaan Wewenang

Salah satu aspek yang paling dipersoalkan oleh Wawan adalah penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dilakukan berulang kali oleh Kejari Makassar. Bahkan, menurutnya, penerbitan SPDP tetap dilakukan meskipun Ishak Hamzah berada dalam masa penahanan.

“Tindakan ini jelas merupakan pelanggaran hukum. Penerbitan SPDP yang berulang-ulang tanpa dasar yang jelas menimbulkan pertanyaan besar. Regulasi terkait SPDP memang tidak secara eksplisit membatasi jumlah penerbitannya, tetapi dalam praktiknya, penerbitan SPDP berulang-ulang bisa menimbulkan tidak adanya kepastian hukum dan rentan terjadi penyalahgunaan wewenang seperti status hukum klien saya tidak jelas, sehingga merugikan hak asasinya,” ujar Wawan dalam konferensi persnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa Ishak Hamzah telah ditahan selama 58 hari dan dikeluarkan paksa dari Rutan Polrestabes Makassar tanpa adanya dasar hukum yang kuat setelah itu, dikeluarkan kembali SPDP kedua tanpa adanya kepastian hukum.

Dugaan Obstruction of Justice oleh Oknum Kejaksaan

Lebih lanjut, Wawan menuding bahwa ada oknum di Kejari Makassar yang melakukan tindakan di luar kewenangannya dan diduga terlibat dalam upaya obstruction of justice. Ia menduga ada unsur kesengajaan dalam menghambat pengungkapan fakta sebenarnya dalam kasus ini.

“Kami melihat ada indikasi kuat bahwa kasus ini sengaja diarahkan untuk menjerat klien kami. JPU yang seharusnya bersikap netral dan objektif dalam memproses perkara ini justru terlihat mengambil posisi yang menguntungkan pelapor. Ini sangat merugikan hak-hak hukum klien kami sebagai warga negara,” tegasnya.

Menurutnya, ketidakadilan dalam penanganan perkara ini semakin nampak jelas karena Ishak Hamzah hanyalah seorang warga biasa yang kini berhadapan dengan pelapor yang merupakan pengusaha besar dengan pengaruh kuat. Ia khawatir bahwa ada faktor eksternal yang turut mempengaruhi jalannya perkara ini, sehingga keadilan menjadi semakin sulit diperoleh.

“Kami mensinyalir bahwa mereka tersandra dengan kepentingan pribadi yang tentunya sudah keluar dari tupoksinya, sebab perilaku mereka sudah di luar kewenangan sesungguhnya. Kami meminta Kejati Sulsel atensi dan memeriksa oknum JPU, karna kami sudah tidak percaya terhadap oknum ini untuk mengungkap fakta sebenarnya. Ini sangat jelas mengarah pada kolaborasi obstraction of justice,” tuturnya.

Kejari Makassar Diminta Cabut SPDP Demi Kepastian Hukum

Selain itu, ia juga meminta Kejari Makassar untuk segera mencabut SPDP yang dinilai tidak sah demi kepastian hukum untuk kliennya. Ia menekankan pentingnya sistem peradilan yang berintegritas, bebas dari intervensi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

“Kami meminta agar SPDP yang keluar setelah klien kami ditahan badan selama 58 hari dan dikeluarkan paksa dari rutan Polrestabes Makassar segera dicabut atau ditarik kembali, sebab cara tersebut Kejari Makassar seakan turut andil dalam obstraction of justice,” lukas Wawan.

Minimnya Transparansi dalam Penyerahan Bukti

Tak hanya itu, kuasa hukum Ishak Hamzah juga menyoroti adanya indikasi kurangnya transparansi dalam proses penyerahan bukti dari kepolisian kepada JPU. Menurutnya, keterlambatan atau ketidaklengkapan dalam penyampaian bukti hanya memperburuk situasi yang dihadapi kliennya.

“Seharusnya, semua bukti yang berkaitan dengan perkara ini dapat diakses secara transparan oleh semua pihak yang berkepentingan. Namun, yang kami lihat justru sebaliknya. Ada ketidak jelasan dalam alur penyerahan bukti, yang pada akhirnya merugikan posisi hukum klien kami, sebab bukti yang kami stor kepada penyidik kepolisian tidak diberikan sepenuhnya kepada JPU sebagai hak pembelaan tersangka, seakan mendiskriminasi klien kami,” jelasnya.

Dengan berbagai kejanggalan yang ia paparkan, Wawan Nur Rewa berharap agar publik dan aparat penegak hukum lebih jeli dalam melihat permasalahan ini. Ia menegaskan bahwa proses hukum yang berjalan harus mengedepankan prinsip keadilan dan tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menekan atau mengkriminalisasi pihak tertentu.

“Kami ingin perkara ini ditangani secara objektif dan profesional. Jangan sampai ada intervensi dari pihak-pihak yang bukan berkepentingan, sehingga hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” pungkasnya.

Sampai saat ini, pihak Kejari Makassar belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan yang disampaikan oleh kuasa hukum Ishak Hamzah. Namun, publik menantikan klarifikasi dari aparat penegak hukum terkait dugaan ketidakadilan dalam penanganan perkara ini. (And)

WhatsApp Logo
Ikuti Sulsel Times di
Google News
Follow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *