Sulseltimes.com Jakarta, 23 November 2024 – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) untuk segera menyelidiki dugaan pelanggaran netralitas oleh sejumlah aparat kepolisian di Kabupaten Bone terkait temuan ribuan paket sembako yang diduga terkait dengan kegiatan politik menjelang Pilkada 2024. Ahmad Sahroni mengingatkan pentingnya netralitas aparat kepolisian sebagai institusi yang harus menjaga profesionalisme selama berlangsungnya proses demokrasi.
“Pilkada tinggal menghitung hari lagi, saya meminta seluruh aparat kepolisian menjaga netralitas dan profesionalitas. Jangan sampai kita mendengar ada polisi yang memihak atau bahkan membantu pemenangan salah satu pasangan calon (paslon),” ujar Sahroni melalui keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).
Temuan Ribuan Paket Sembako di Bone
Desakan Sahroni ini merespons penemuan 10.000 paket sembako di rumah seorang warga bernama Muh Adil di Kecamatan Lappariaja, Kabupaten Bone. Berdasarkan keterangan pihak Polres Bone, pemilik paket sembako tersebut adalah Prof. Zakir Sabara, seorang guru besar di Makassar. Dalam keterangannya, Prof. Zakir menyatakan bahwa sembako itu ditujukan untuk kegiatan sosial rutin bertajuk “Jumat Berkah” dan tidak memiliki kaitan dengan dukungan politik terhadap salah satu paslon.
Namun, Ketua Umum LSM Latenrtatta Bone, Mukhawas Rasyid, mempertanyakan motif di balik distribusi paket sembako dalam jumlah besar menjelang hari pencoblosan. “Bayangkan, ada puluhan ribu paket sembako. Biaya untuk itu sangat besar untuk sebuah sedekah. Apalagi diketahui bahwa Prof. Zakir ini adalah seorang pengajar, bukan pengusaha. Sangat mencurigakan bila ini tidak terkait dengan politik,” ujar Mukhawas.
Ia juga menambahkan bahwa masyarakat Bone mengetahui bahwa Prof. Zakir dekat dengan salah satu paslon, yakni pasangan Andi Islamuddin-Andi Irwandi Natsir untuk Pilkada Bone dan pasangan Danny Pomanto-Azhar Arsyad untuk Pilgub Sulsel.
Kesaksian Masyarakat Picu Polemik
Situasi semakin memanas setelah beredar sebuah video yang memperlihatkan seorang ibu di Kecamatan Lappariaja mengaku menerima paket sembako tersebut. Dalam video itu, ia menyebutkan bahwa dirinya diminta untuk memilih pasangan calon tertentu dalam Pilgub Sulsel dan Pilbup Bone. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa distribusi paket sembako tersebut tidak murni untuk tujuan sosial.
Ahmad Sahroni: Polisi Harus Tegas dan Netral
Ahmad Sahroni menegaskan bahwa Kepolisian Republik Indonesia, khususnya jajaran Polda Sulsel, harus segera menyikapi isu ini dengan serius. Ia meminta Propam Polda Sulsel memeriksa dugaan keterlibatan sejumlah pejabat kepolisian setempat, termasuk Kasat Reskrim Polres Bone AKP Muh Jusriadi Yusuf, Kasat Intelkam Polres Bone Iptu Muh Yusfin, dan Kapolsek Lappariaja Iptu Muh Amir Mahmud.
“Kita tidak boleh main-main dengan netralitas polisi dalam Pilkada. Jika benar ada oknum yang terlibat politik praktis, mereka harus segera ditindak tegas. Saya mendukung masyarakat untuk terus proaktif melaporkan temuan seperti ini. Jika perlu, langsung viralkan agar ada tindakan cepat,” ujar Sahroni.
Menurut Sahroni, netralitas merupakan harga mati bagi institusi kepolisian. “Dari jauh-jauh hari, Pak Kapolri sudah mengingatkan soal pentingnya menjaga netralitas dalam Pilkada. Aparat tidak boleh memihak, melainkan harus fokus menjaga kondusifitas agar Pilkada berjalan aman dan damai,” lanjutnya.
LSM dan Pengamat Minta Propam Turun Tangan
Ketua Umum LSM Latenrtatta Bone, Mukhawas Rasyid, meminta Propam Polda Sulsel segera memeriksa pejabat kepolisian yang diduga memiliki kedekatan dengan paslon tertentu. Menurutnya, kedekatan para pejabat tersebut, termasuk Kapolsek Lappariaja, dengan paslon Andi Islamuddin menjadi rahasia umum. Hal ini dinilai mencederai netralitas institusi kepolisian.
“Beberapa pengusaha dan kepala desa di Bone mengaku mendapat intimidasi dari penyidik Polres Bone hanya karena mereka tidak mendukung salah satu paslon. Bahkan, ada laporan pemanggilan kepala desa oleh Kasat Reskrim terkait proyek desa yang bernuansa politis,” ujar Mukhawas.
Ia juga menyoroti adanya surat edaran dari Kasat Reskrim kepada kepala desa untuk mengadakan pertemuan sosialisasi Pilkada, yang seharusnya merupakan wewenang KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Kejelasan dan Tegasnya Penegakan Hukum Ditunggu
Ahmad Sahroni berharap Polda Sulsel bertindak cepat dan tegas untuk menyelesaikan kasus ini. Ia mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap kepolisian dapat tergerus jika kasus seperti ini dibiarkan tanpa penyelesaian.
“Jangan biarkan citra Polri tercoreng akibat ulah oknum. Saya yakin pimpinan Polda Sulsel mampu menyelesaikan masalah ini dengan cepat dan adil,” tegasnya.
Kasus ini menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi aparat kepolisian dalam menjaga netralitas selama Pilkada serentak 2024. Masyarakat pun menunggu langkah tegas dari pihak berwenang untuk memastikan proses demokrasi berjalan jujur dan adil.