Sulseltimes.com Jakarta — 27 Agustus 2025 — UU Haji disahkan, DPR mengesahkan perubahan ketiga UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Kementerian Haji dan Umrah dibentuk sebagai lembaga setingkat kementerian dengan konsep one stop service, seluruh infrastruktur dan SDM penyelenggara haji/umrah dialihkan ke kementerian baru.
Regulasi baru mencakup 16 bab dan 130 pasal, mengatur layanan akomodasi, konsumsi, transportasi, kesehatan, hingga mekanisme kondisi darurat.
- RUU Haji dan Umrah disahkan DPR pada 26 Agustus 2025
- Dibentuk Kementerian Haji dan Umrah sebagai layanan satu atap
- Seluruh infrastruktur & SDM penyelenggara haji/umrah dialihkan ke kementerian baru
- RUU memuat 16 bab & 130 pasal, atur layanan hingga sanksi
- Pemerintah tegaskan 9 kesepakatan termasuk kuota petugas & sisa kuota

Apa yang Resmi Disahkan DPR?
Rapat Paripurna ke-4 Masa Persidangan I 2025–2026 menyetujui perubahan ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal, persetujuan diambil secara aklamasi.
Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang melaporkan peningkatan layanan jemaah (akomodasi, konsumsi, transportasi, kesehatan) di tanah air dan Tanah Suci sebagai fokus revisi.
Mengapa Dibentuk Kementerian Haji dan Umrah?
Kelembagaan baru setingkat kementerian disepakati agar tata kelola haji/umrah lebih terpadu dan akuntabel, menggantikan skema sebelumnya. Konsep “one stop service” diterapkan agar seluruh urusan haji/umrah berada di satu atap untuk koordinasi dan pengendalian yang jelas.
Perwakilan Presiden, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, menyampaikan persetujuan pemerintah sekaligus menyoroti kelemahan lama, optimalisasi kuota (termasuk tambahan), pembinaan jemaah, pengawasan haji nonkuota, mekanisme perubahan biaya bila ada kenaikan, serta kebutuhan sistem informasi haji terintegrasi.
Apa Saja 9 Kesepakatan Inti Pemerintah–DPR?
Penguatan kelembagaan, dari badan penyelenggara menjadi kementerian penyelenggara sub-urusan haji dan umrah.
Ekosistem layanan melalui satker & pola pengelolaan keuangan BLU, kerja sama multipihak.
Kuota petugas haji diatur terpisah dari kuota jemaah.
Kuota tambahan (additional quota) diatur jelas.
Pemanfaatan sisa kuota diatur.
Pengawasan haji khusus ber-visa nonkuota diperketat.
Tanggung jawab pembinaan ibadah & kesehatan jemaah dipertegas.
Mekanisme peralihan pasca perubahan kelembagaan ke kementerian.
Sistem informasi kementerian sebagai tulang punggung penyelenggaraan haji/umrah.
Apa Saja yang Diatur dalam UU Baru?
Struktur regulasi (16 bab, 130 pasal): Ketentuan Umum, Jemaah Haji, Penyelenggaraan Haji Reguler, Biaya Ibadah Haji, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), Haji Khusus, Umrah, Koordinasi, Kelembagaan, Partisipasi Masyarakat, Penyidikan, Keadaan Luar Biasa & Kondisi Darurat, Larangan, Pidana, Ketentuan Peralihan, Penutup.
Bagaimana Peralihan SDM dan Infrastruktur?
Seluruh infrastruktur & SDM penyelenggaraan haji dialihkan menjadi bagian dari Kementerian Haji dan Umrah, sehingga rantai komando tunggal dan integrasi layanan lebih cepat dilakukan.
Dampak bagi Jemaah Indonesia
Layanan terpusat, satu pintu untuk pendaftaran, bimbingan, layanan visa/transport, pemondokan, dan kesehatan.
Kepastian kuota & transparansi biaya, ruang gerak mengatur kuota tambahan, sisa kuota, dan perubahan biaya bila ada kenaikan.
Pengawasan lebih ketat untuk haji khusus ber-visa nonkuota.
Sistem informasi terintegrasi memudahkan pelacakan status, jadwal, hingga keluhan.
Laporan Komisi VIII DPR pimpinan rapat Cucun Ahmad Syamsurijal meminta persetujuan, sidang menyatakan “setuju” dan RUU disahkan jadi UU. Pemerintah menyampaikan pendapat akhir melalui Menkumham Supratman Andi Agtas. Kehadiran anggota tercatat 293 orang.
Tabel Perbandingan (Sebelum vs Sesudah UU)
Aspek | Sebelum (UU 8/2019, skema lama) | Sesudah (UU hasil perubahan 2025) |
---|---|---|
Kelembagaan | Sub-urusan di Kemenag / BP Haji (transisi) | Kementerian Haji dan Umrah setingkat kementerian |
Layanan | Tersebar, lintas unit | One stop service di satu atap |
Kuota & Sisa Kuota | Pengaturan terbatas | Kuota petugas terpisah, kuota tambahan & sisa kuota diatur |
Pengawasan Nonkuota | Belum tegas | Pengawasan haji khusus nonkuota diperketat |
Perubahan Biaya | Mekanisme belum jelas | Skema perubahan biaya bila ada kenaikan |
Sistem Informasi | Terfragmentasi | Sistem informasi kementerian terintegrasi |
Sumber: rangkuman isi UU & pendapat akhir pemerintah 2025.
Bagi calon jemaah 2026 ke depan, konsolidasi kelembagaan ini diharapkan mempercepat layanan dan meningkatkan kepastian, termasuk di fase krusial Arafah–Muzdalifah–Mina (Armuzna).
Pemerintah menargetkan tata kelola lebih adaptif terhadap kebijakan Arab Saudi dan perkembangan teknologi layanan haji/umrah.
UU Haji yang baru mengukuhkan Kementerian Haji dan Umrah sebagai pusat layanan satu atap, dengan aturan komprehensif dari kuota hingga pengawasan nonkuota.
Peralihan SDM/infrastruktur dan sistem informasi terintegrasi diharapkan memangkas hambatan layanan dan memperkuat perlindungan jemaah Indonesia.