BeritaEkonomiNasional

UMP 2025 Resmi Naik 6,5 Persen

Avatar of sulseltimes
0
×

UMP 2025 Resmi Naik 6,5 Persen

Sebarkan artikel ini
Konferensi pers presiden Prabowo UMP 2025 Resmi Naik 65 Persen 20241205 185816 0000
WhatsApp Logo
Sulsel Times Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Sulseltimes.com Jakarta, 4 Desember 2024 – Pemerintah Indonesia melalui Presiden Prabowo Subianto resmi menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025.

Keputusan ini diambil setelah melalui pembahasan mendalam bersama Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dan menteri terkait lainnya.

Kebijakan ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024, yang berlaku mulai 4 Desember 2024.

Kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen menjadi kebijakan terbaru pemerintah untuk menjaga daya beli pekerja serta daya saing usaha.

Formula yang digunakan adalah UMP 2025 = UMP 2024 + 6,5% dari UMP 2024.

Hal ini juga berlaku untuk Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), yang menggunakan formula serupa.

Dengan demikian, gubernur di seluruh Indonesia diwajibkan menetapkan UMP di wilayahnya paling lambat 11 Desember 2024, sedangkan UMK ditetapkan paling lambat 18 Desember 2024.

Menurut pasal 2 dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2024, kenaikan UMP mempertimbangkan tiga variabel utama, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

Indeks ini mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi.

Selain itu, untuk sektor tertentu yang memiliki karakteristik atau risiko kerja khusus, upah minimum sektoral akan ditetapkan melalui rekomendasi dewan pengupahan.

Kenaikan UMP ini diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto bersama Menteri Ketenagakerjaan Yassierli. Keputusan ini juga didukung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang menjelaskan bahwa dasar kebijakan tersebut adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Baca Juga: UMP 2025 Naik 6,5 Persen! Cek Daftar Lengkap UMP di 38 Provinsi, Mana yang Tertinggi?

Di sisi lain, kelompok pekerja yang diwakili oleh Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) mengungkapkan ketidakpuasannya atas kenaikan ini.

Presiden ASPIRASI, Mirah Sumirat, menilai kenaikan sebesar 6,5 persen belum mampu menjawab kebutuhan ekonomi buruh yang telah menghadapi tekanan inflasi dan kenaikan harga bahan pokok sejak 2020.

Kebijakan ini diumumkan Presiden Prabowo pada 29 November 2024, setelah rapat terbatas di Kantor Presiden.

Secara resmi, aturan kenaikan UMP mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Gubernur wajib mengesahkan keputusan tersebut sesuai tenggat waktu yang telah ditentukan, yakni 11 Desember untuk UMP dan 18 Desember untuk UMK.

Dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2024, disebutkan bahwa kenaikan UMP bertujuan untuk menjaga daya beli pekerja dan daya saing usaha.

Presiden Prabowo menambahkan bahwa keputusan ini diambil untuk memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja serta menyeimbangkan kepentingan perusahaan.

Baca Juga: Polemik Kenaikan UMP Sulawesi Selatan 2025: Antara Kepentingan Buruh dan Dunia Usaha

Menteri Airlangga Hartarto menjelaskan lebih lanjut bahwa formula ini telah mempertimbangkan biaya tenaga kerja di berbagai sektor.

Sektor padat karya, misalnya, mencatat biaya tenaga kerja mencapai 30 persen dari total pengeluaran perusahaan.

Namun, pro-kontra muncul karena buruh menilai angka kenaikan ini terlalu rendah.

ASPIRASI menyebutkan bahwa kenaikan UMP seharusnya berada di angka 20 persen, mengingat daya beli pekerja yang melemah akibat inflasi tinggi.

Proses penetapan UMP dilakukan oleh dewan pengupahan provinsi yang merekomendasikan hasil perhitungan kepada gubernur.

Setelah itu, gubernur akan menetapkan UMP melalui keputusan resmi. Demikian pula untuk UMK dan upah sektoral, yang perhitungannya dilakukan oleh dewan pengupahan kabupaten/kota.

Seluruh keputusan upah minimum mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Bagi sektor tertentu, seperti industri padat karya atau berisiko tinggi, akan ditetapkan upah sektoral yang lebih tinggi.

Rekomendasi sektor ini akan dikeluarkan oleh dewan pengupahan dengan memperhatikan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia.

Meski kebijakan ini disambut baik oleh beberapa pihak, kritik keras datang dari kelompok buruh.

Mirah Sumirat dari ASPIRASI menyatakan bahwa kenaikan 6,5 persen tidak mampu mengimbangi kebutuhan pekerja.

Ia menyebut bahwa kenaikan harga bahan pokok dan rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mengurangi daya beli pekerja lebih jauh.

Pengamat ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak, di sisi lain, menilai kebijakan ini sudah ideal.

Menurutnya, formula kenaikan UMP sebesar 6-8 persen sudah sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Namun, ia juga memperingatkan agar kenaikan tidak terlalu tinggi untuk menghindari risiko perusahaan gulung tikar akibat biaya tenaga kerja yang meningkat.

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menyebut bahwa kenaikan UMP sebesar 6,5 persen masih lebih rendah dari kebutuhan pekerja.

Ia memperkirakan kenaikan ini hanya memberikan tambahan pendapatan riil sebesar 3 persen setelah dikurangi inflasi.

Menurutnya, untuk mendorong konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah seharusnya menetapkan kenaikan di kisaran 8-10 persen dan menahan kenaikan PPN.

Kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen merupakan langkah pemerintah untuk menjaga daya beli pekerja sekaligus mempertahankan daya saing usaha.

Meski demikian, kebijakan ini masih menjadi perdebatan hangat antara pemerintah, pengusaha, dan kelompok buruh.

Sementara pemerintah berargumen bahwa keputusan ini telah memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, buruh merasa angka tersebut belum cukup untuk mengangkat daya beli yang terus melemah.

Dengan kebijakan ini, pemerintah diharapkan dapat memantau implementasi di lapangan serta memastikan bahwa kenaikan UMP benar-benar memberikan dampak positif bagi kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan dunia usaha.

WhatsApp Logo
Ikuti Sulsel Times di
Google News
Follow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *