Sulseltimes.com Makassar — Industri perhotelan di Sulawesi Selatan menghadapi ancaman besar.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga, menyatakan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi ribuan karyawan akibat kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas oleh pemerintah pusat.
Kebijakan ini, jika diterapkan, dikhawatirkan akan berdampak serius pada sektor perhotelan dan restoran di wilayah tersebut.
Anggiat menjelaskan, Presiden Prabowo telah menetapkan pemangkasan anggaran perjalanan dinas pemerintah daerah (Pemda) hingga 50 persen.
Kebijakan ini dinilai mengancam keberlanjutan operasional hotel dan restoran yang selama ini sangat bergantung pada anggaran dari kegiatan pemerintah.
“Pendapatan terbesar hotel berasal dari anggaran pemerintah daerah, sekitar 50 persen hingga 70 persen.
Jika anggaran Pemda dipangkas sebanyak 50 persen, otomatis pendapatan hotel dan restoran akan berkurang separuh,” kata Anggiat saat dikonfirmasi pada Selasa (28/1/2025).
Turunnya Okupansi dan Ancaman PHK
Anggiat menjelaskan lebih lanjut bahwa penurunan pendapatan akan memengaruhi tingkat okupansi hotel secara drastis, yang pada akhirnya menambah beban berat bagi industri perhotelan.
“Penurunan okupansi hotel berarti banyak hotel yang kesulitan menutupi biaya operasional, sehingga PHK tidak bisa dihindari,” tambahnya.
Menurut data PHRI, di Sulawesi Selatan terdapat sekitar 29.100 pekerja hotel dan restoran di bawah naungan organisasi tersebut.
Jika pemangkasan anggaran Pemda benar-benar diterapkan, diperkirakan sekitar 15 hingga 17 persen karyawan, atau lebih dari 4.000 orang, akan kehilangan pekerjaan.
“Jika PHK terjadi, tidak hanya industri perhotelan yang terdampak. Angka pengangguran akan bertambah, dan ini bisa memicu peningkatan angka kriminalitas,” ujar Anggiat.
Dampak Meluas ke Ekonomi Lokal
Selain dampak langsung terhadap para karyawan, krisis di sektor perhotelan juga akan memengaruhi ekonomi lokal.
Industri hotel dan restoran merupakan salah satu penggerak utama perekonomian di Sulawesi Selatan, terutama di Kota Makassar yang dikenal sebagai pusat bisnis dan pariwisata.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan ini secara matang. Selain mengancam keberlangsungan industri, juga akan berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi,” tegas Anggiat.
Harapan kepada Pemerintah
Anggiat berharap pemerintah dapat mencari solusi alternatif yang tidak terlalu membebani sektor perhotelan dan restoran.
Menurutnya, kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri sangat penting untuk menjaga keberlanjutan bisnis di tengah tantangan ini.
“Kami berharap ada kebijakan yang lebih proaktif untuk menyelamatkan industri perhotelan. Tanpa dukungan pemerintah, sektor ini akan kesulitan bertahan,” pungkasnya.
Krisis ini menjadi peringatan penting bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk bersiap menghadapi dampak kebijakan pemangkasan anggaran.
Sektor perhotelan dan restoran di Sulsel kini berada di persimpangan, membutuhkan perhatian dan solusi konkret agar tidak semakin terpuruk.