BeritaHukum & PeristiwaViral

Kuasa Hukum Tuding Polda Sulsel Turut Andil Dugaan Obstruction of Justice Kasus Ishak Hamzah di Polrestabes Makassar

Avatar of Hasyim Ashari
1
×

Kuasa Hukum Tuding Polda Sulsel Turut Andil Dugaan Obstruction of Justice Kasus Ishak Hamzah di Polrestabes Makassar

Sebarkan artikel ini
IMG20250321150944 scaled
oplus_0
WhatsApp Logo
Sulsel Times Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Sulseltimes.com, Makassar – Kuasa hukum Ishak Hamzah, Wawan Nur Rewa, tuding terdapat dugaan konspirasi serta obstruction of justice dalam proses hukum yang menjerat kliennya di Polrestabes Makassar.

Dalam konferensi pers yang digelar di ruang Propam Polda Sulawesi Selatan, Jumat (21/3/2025) siang. Ia mengungkapkan berbagai kejanggalan yang terjadi dalam penanganan kasus tersebut.

Menurutnya, hasil Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) yang dikeluarkan oleh Kabag Wasidik Polda Sulsel menunjukkan adanya indikasi permainan oleh sejumlah oknum di Kepolisian.

“Kami menganggap hasil gelar perkara khusus ini dibuat-buat dan tidak masuk akal. Kami menduga ada keterlibatan oknum penyidik Polrestabes Makassar dalam upaya mengaburkan fakta hukum yang dibantu oleh oknum Polda Sulsel. Bahkan, Kabag Wasidik yang mengetahui kebenaran hasil penyelidikan sebelumnya justru melakukan blunder besar dengan mengeluarkan SP3D yang menyarankan menunggu hasil dari Kejaksaan,” ungkap Ishak Hamsah dalam konferensi pers tersebut.

Ia menambahkan bahwa perjalanan kasus ini sangat jelas, dan dari histori prosesnya, terlihat adanya tindakan yang tidak profesional dari oknum-oknum penyidik yang menangani perkara tersebut.

Dugaan Penyerobotan Lahan yang Dipertanyakan

Kasus ini bermula dari laporan terhadap Ishak Hamsah yang dituduh melakukan penyerobotan lahan sebagaimana diatur dalam Pasal 167 KUHP. Namun, menurut kuasa hukum, tuduhan tersebut tidak berdasar karena tidak adanya bukti kuat yang menunjukkan bahwa kliennya telah melakukan pelanggaran hukum.

“Kami telah melakukan bantahan bahwa klien kami tidak melakukan penyerobotan. Kami memiliki data resmi yang menunjukkan bahwa tanah tersebut telah terdaftar sejak 2001 dalam Letter C maupun Ipeda Kota Makassar. Bahkan, sebelum perkara ini mencuak, hak kepemilikan klien kami atas tanah tersebut telah diakui oleh pemerintah Republik Indonesia,” jelas Wawan Nur Rewa.

Ia juga menegaskan bahwa objek tanah yang dipersoalkan Pelapor inisial WF adalah lahan dengan status verponding atau tanah garapan yang menunjuk objek lahan milik Terlapor, padahal diketahui di lokasi itu tidak terdapat status garapan melainkan tanah adat.

“Kami menduga adanya konspirasi dalam proses penyidikan, karena penyidik tidak mendalami bukti-bukti yang telah kami ajukan. Seharusnya penyidik memeriksa seluruh dokumen secara objektif, bukan hanya berpihak pada satu pihak saja,” tambahnya.

Tudingan Pemalsuan Dokumen yang Janggal

Selain tuduhan penyerobotan lahan, Ishak Hamzah juga dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Namun, menurut kuasa hukumnya, tuduhan tersebut muncul secara tiba-tiba tanpa dasar yang jelas.

“Pasal 263 ini baru muncul belakangan, seolah-olah direkayasa untuk semakin menjerat klien kami. Padahal, dalam penyelidikan awal, tidak ditemukan adanya dokumen palsu yang dibuat atau digunakan oleh klien kami. Justru, dokumen yang dipermasalahkan itu penyidik menemukan di tangan saksi pelapor inisial RH, bukan pada klien kami,” kata Wawan.

Ia menilai bahwa ada kejanggalan serius dalam proses penyidikan karena penyidik tidak melakukan pendalaman dan pengembangan untuk menarik sampel dokumen dari saksi Pelapor untuk diperiksa lebih lanjut, bahkan anehnya kata dia, saksi Pelapor inisial RH tidak diseret, sebab dokumen yang dianggap palsu ditemukan ditangannya oleh penyidik.

“Ini menunjukkan bahwa pemahaman penyidik dalam penegakan hukum yang dilakukan sangat dangkal sehingga cacat formil. Seharusnya, penyidik lebih teliti dalam mengusut siapa sebenarnya yang menggunakan dokumen palsu, bukan justru menetapkan klien kami sebagai tersangka tanpa dasar yang jelas,” tegasnya.

Pelanggaran Hak Tersangka dan Indikasi Kriminalisasi

Wawan juga menyoroti pelanggaran hak tersangka dalam proses penyidikan. Ia mengungkapkan bahwa kliennya sempat ditahan selama 58 hari di Polrestabes Makassar tanpa adanya kejelasan status hukum.

“Logika hukum mereka sangat lemah. Klien kami ditahan selama hampir dua bulan, kemudian tiba-tiba dilepaskan tanpa status hukum yang jelas. Setelah itu, keluar lagi SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), yang berarti sebentar lagi akan ada upaya penahanan badan kembali. Bagaimana kita bisa memahami logika hukum seperti ini,” ujarnya dengan nada geram.

Ia juga mengkritik tindakan penyidik yang tidak melibatkan kliennya saat penyitaan barang bukti di lapangan. Bahkan, ia mengklaim bahwa berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat penyidik tidak sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh kliennya.

“Ada perbedaan antara keterangan yang diberikan klien kami secara lisan dengan apa yang tertuang dalam BAP. Ini jelas menunjukkan adanya manipulasi dalam proses penyidikan,” lanjut dikatakan.

Lebih jauh, ia juga menyoroti lambannya respons dari Polda Sulsel dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik Polrestabes Makassar.

“Kami sudah melaporkan para penyidik Unit Tahbang Polrestabes Makassar karena telah melanggar perintah atasan dan mengabaikan hak hukum klien kami. Namun, hingga saat ini, hasil pemeriksaan dari Wasidik Polda yang seharusnya dikembalikan ke Propam namun sampai sekarang juga tidak dikembalikan, sudah berbulan bulan. Ini semakin memperkuat Wasidik Polda diduga turut andil dalam obstraction of justice bahwa ada perlindungan terhadap oknum-oknum yang bermain dalam perkara ini,” tegasnya.

Upaya Membawa Kasus ke Mabes Polri dan DPR

Sebagai langkah lanjutan, Wawan Nur Rewa memastikan bahwa pihaknya akan membawa kasus ini ke Mabes Polri dan Komisi III DPR RI untuk mendapatkan keadilan.

“Kami telah berkoordinasi dengan Mabes Polri. Kami juga akan membawa seluruh dokumen dan bukti yang kami miliki ke Komisi III DPR RI agar mereka bisa memanggil Kapolda Sulsel untuk dimintai keterangan. Kami ingin memastikan bahwa kasus ini benar-benar diungkap secara transparan,” ujarnya.

Ia juga meminta Kapolri dan Kapolda Sulsel yang baru untuk turun tangan dan mengambil alih kasus ini agar ada kepastian hukum.

“Kami tidak meminta perkara ini dibengkokkan, kami hanya meminta agar hukum ditegakkan sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika memang ada pelanggaran oleh oknum penyidik, maka mereka harus ditindak tegas,” imbuhnya.

Menurutnya, kasus ini mencerminkan bagaimana sistem hukum di Indonesia masih rentan terhadap intervensi dan kepentingan pihak tertentu.

“Oknum-oknum yang bermain dalam kasus ini seolah-olah sudah tersandera oleh kepentingan pribadi. Jika hal seperti ini terus dibiarkan, maka kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan semakin menurun,” pungkasnya.

Dengan berbagai kejanggalan yang terjadi, ia berharap agar kasus ini segera mendapatkan kepastian hukum dan titik terang hingga keadilan dapat ditegakkan. (And)

WhatsApp Logo
Ikuti Sulsel Times di
Google News
Follow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *