Sulseltimes.com Jakarta, 4 September 2025 — Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Polda jajaran menangkap tujuh orang tersangka penyebar konten provokatif di media sosial terkait aksi penjarahan dan pembakaran gedung.
Penangkapan ini dilakukan berdasarkan lima laporan polisi yang masuk sejak 23 Agustus hingga 3 September 2025.
- 7 tersangka penyebar konten provokatif di media sosial ditangkap Bareskrim dan Polda
- 5 laporan polisi masuk sejak 23 Agustus hingga 3 September 2025
- Konten berupa manipulasi ajakan demo, ajakan penjarahan, hingga provokasi pembakaran Mabes Polri
- Netizen menyoroti Polri bisa tangkap penyebar konten, namun akun judi online masih marak
Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, mengatakan pihaknya menindaklanjuti laporan tersebut dengan penangkapan tujuh tersangka di berbagai wilayah.
“Kami telah menerima lima laporan polisi yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan penangkapan terhadap tujuh orang tersangka,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (3/9/2025).
Rincian Tersangka dan Modus Operandi

Dua tersangka pertama yang ditahan Polda Metro Jaya adalah WH, pemilik akun Instagram @bekasi_penggugat dengan 831 pengikut, dan KA, pemilik akun @aliansimahasiswapenggugat dengan 202 ribu pengikut.
Keduanya dituding mengubah narasi imbauan Said Iqbal kepada pelajar agar tidak ikut aksi buruh menjadi ajakan turun ke jalan.
Tersangka berikutnya, LFK, pemilik akun @edlarasfaizzadi, ditangkap Bareskrim karena membuat video provokatif yang menghasut massa untuk membakar Mabes Polri.
Sementara CS, pemilik akun TikTok @cecepmunich, membuat konten provokasi ajakan demo di Bandara Soekarno-Hatta. Ia tidak ditahan, namun dikenakan wajib lapor dua kali seminggu.
IS, pemilik akun TikTok @adhs02775, ditangkap karena mengunggah konten ajakan penjarahan rumah sejumlah anggota DPR seperti Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Puan Maharani.
IS kini mendekam di Rutan Bareskrim.
Dua tersangka lain, pasangan suami istri SB dan G, mengelola akun Facebook NANU dan Bambu Runcing.
Mereka dituding menggunakan Facebook dan grup WhatsApp untuk menghasut massa mendatangi rumah Ahmad Sahroni dan Polres Jakarta Utara.
“Modus operandi mereka adalah membuat dan menggugah konten yang menimbulkan kebencian, mentransmisikan informasi milik orang lain, serta menghasut massa untuk melakukan aksi anarkis,” kata Himawan.
Respons Publik
Di media sosial, sebagian netizen mengapresiasi langkah cepat Polri mengungkap kasus ini.
Namun ada juga yang menyindir bahwa polisi bisa menangkap penyebar konten provokatif, tetapi akun judi online masih banyak bertebaran tanpa tersentuh hukum.
Polri menegaskan penindakan terhadap tujuh tersangka ini sebagai langkah menjaga ruang digital tetap aman dari provokasi yang bisa memicu kerusuhan.
Meski demikian, sorotan publik tetap menuntut konsistensi aparat dalam memberantas kejahatan digital lain yang meresahkan, termasuk maraknya judi online.