Sulseltimes.com Makassar — Viral pemotretan baju bodo seksi. Dunia maya tengah dihebohkan oleh foto pemotretan finalis Puteri Sulawesi Selatan yang mengenakan Baju Bodo, busana adat khas Bugis-Makassar, dengan modifikasi yang dinilai tak sesuai dengan pakem budaya.
Foto yang menunjukkan seorang finalis mengenakan Baju Bodo dengan bawahan yang dipendekkan hingga hanya setinggi paha ini memicu perdebatan panjang, terutama terkait kesopanan dan penghormatan terhadap budaya lokal.
Beberapa pihak bahkan menyebutnya sebagai pelecehan terhadap busana adat Indonesia.
Baju Bodo merupakan pakaian adat yang memiliki nilai historis dan budaya yang mendalam bagi masyarakat Sulawesi Selatan.
Tradisionalnya, baju ini terdiri dari atasan yang longgar dan lengan pendek, dipadukan dengan sarung panjang yang menutup tubuh dengan sopan.
Namun, dalam foto pemotretan tersebut, terlihat bahwa rok sarung yang dikenakan finalis tersebut sangat pendek, menciptakan kesan seksi yang berbeda dari citra sopan yang seharusnya ada pada Baju Bodo.
Menanggapi peristiwa ini, Bachtiar Jamaluddin, pemilik Sanggar Nusantara Dot Com, menyatakan rasa kekecewaannya terhadap modifikasi yang dilakukan pada Baju Bodo tersebut.
Menurutnya, meskipun modifikasi pada busana adat sah-sah saja, namun tetap harus menghormati nilai-nilai budaya yang melekat.
“Melihat hal ini saya sangat menyayangkan sekali, apalagi yang memodifikasi adalah insan dari pageant, bahkan perwakilan dari Sulawesi Selatan itu sendiri,” ujar Bachtiar kepada media, Kamis (13/2/2025).
Baju Bodo sendiri dikenal sebagai salah satu busana adat tertua di dunia yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Rok sarung yang umumnya panjang, bahkan hingga menutupi mata kaki, kini dipendekkan dalam versi pemotretan tersebut, yang dinilai banyak pihak sebagai bentuk modifikasi yang berlebihan.
Bachtiar menegaskan bahwa busana daerah, meskipun boleh dimodifikasi, harus tetap memperhatikan pakem dan kearifan budaya lokal.
Kontroversi Foto dan Tindakan Panitia
Kejadian ini tak hanya menarik perhatian masyarakat, tetapi juga melibatkan panitia penyelenggara Puteri Sulawesi Selatan.
Irfan Saputra, founder Yayasan Prestasi Pemuda Indonesia (Yasppi) Sulsel, mengungkapkan bahwa foto yang kini viral sebenarnya belum disetujui untuk dipublikasikan.
Menurut Irfan, foto tersebut semula ditahan karena tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh panitia.
“Saya bilang jangan dinaikkan karena ada beberapa hal, seperti yang itu yang terjadi (seksi), kenapa ini tiga orang pakai begitu. Saya bilang jangan dulu naikkan, fokus di kegiatannya saja dulu,” ujarnya dikutip dari detikSulsel pada Rabu (12/2/2025).
Irfan menjelaskan bahwa pihak panitia sempat meminta agar foto tersebut dipotong sehingga hanya menampilkan setengah badan saja, namun foto yang akhirnya tersebar di media sosial adalah foto penuh yang memperlihatkan bagian bawah tubuh yang dianggap terlalu terbuka.
Irfan kemudian menelusuri asal-usul unggahan tersebut dan mendapati bahwa foto itu diunggah oleh sponsor yang menyediakan pakaian adat tersebut.
Setelah viral, pihak panitia meminta maaf atas kejadian ini dan mengadakan mediasi dengan penggiat seni dan budaya di Sulawesi Selatan.
“Kami minta tolong untuk dihapus postingannya mereka dan kami minta maaf, mohon maaf dan kami menjelaskan semua apa yang terjadi,” ujar Irfan.
Dalam mediasi yang digelar di Balla’ Lompoa, Gowa, pihak panitia berjanji akan lebih berhati-hati dalam kegiatan serupa di masa depan dan memastikan kejadian ini tidak terulang.
Reaksi Masyarakat dan Pemerhati Budaya
Sejumlah warganet dan pemerhati budaya Sulawesi Selatan menilai bahwa tindakan memodifikasi Baju Bodo menjadi seksi merupakan pelanggaran terhadap kearifan budaya lokal.
Ismail, seorang pemerhati budaya asal Makassar, mengungkapkan kekesalannya terhadap modifikasi tersebut.
“Baju Bodo adalah kebanggaan masyarakat Sulsel. Modifikasi sah-sah saja, tetapi tetap harus menghormati nilai budaya yang melekat,” ujar Ismail.
Di sisi lain, beberapa warganet berpendapat bahwa dunia fesyen memang selalu berkembang dan tidak bisa dipisahkan dari tren modern.
Namun, mereka juga menekankan bahwa modifikasi yang berlebihan dapat mengaburkan identitas asli pakaian adat tersebut.
Baju Bodo, yang merupakan simbol dari budaya Sulawesi Selatan, seharusnya tetap dihormati sebagai bagian dari warisan budaya yang harus dijaga keluhurannya.
Pentingnya Menjaga Etika Budaya dalam Modernisasi

Bachtiar Jamaluddin menekankan bahwa meskipun generasi muda memiliki kebebasan dalam berkreasi, mereka tetap harus menjaga etika dan menghormati budaya lokal.
“Menurut saya ini bentuk modifikasi yang kebablasan. Bukankah sebagai duta Sulawesi Selatan, mereka seharusnya menjaga etika budaya kearifan lokal, sehingga bisa lebih dikenal dengan cara yang santun,” kata Bachtiar.
Ia juga menambahkan bahwa Baju Bodo sudah dikenal luas bahkan hingga ke tingkat internasional.
Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk menjaga nilai-nilai budaya sebagai bagian dari identitas bangsa.
“Saya berharap, ada pihak yang bisa memberikan teguran terhadap pelanggaran semacam ini, agar tidak terulang di masa depan,” tutupnya.
Peristiwa pemotretan finalis Puteri Sulawesi Selatan yang mengenakan Baju Bodo dengan bawahan yang terlalu seksi telah menjadi topik yang ramai diperbincangkan di media sosial.
Meskipun modifikasi busana adat sah-sah saja, namun tetap harus menghormati pakem dan kearifan budaya lokal.
Baju Bodo sebagai simbol kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan harus dijaga keluhurannya agar tetap mencerminkan nilai-nilai budaya yang luhur.
Panitia penyelenggara juga turut memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas kejadian tersebut.
Mereka berkomitmen untuk lebih berhati-hati dalam kegiatan serupa di masa depan.
Kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih menghargai dan menjaga etika budaya dalam setiap bentuk modernisasi atau kreativitas, agar tidak mengaburkan identitas asli budaya yang kita miliki.