Sulseltimes.com Jakarta, Kamis 02/10/2025 — Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menjelaskan tata cara pemecahan bidang tanah untuk pemegang hak.
Layanan ini umum diajukan saat pembagian waris, jual beli sebagian bidang, atau proyek perumahan oleh pengembang.
- Definisi resmi pemecahan bidang tanah
- Dokumen wajib seperti sertipikat asli, KTP, KK, SPPT PBB, bukti bayar
- Shamy Ardian, Sekretaris Ditjen PHPT ATR/BPN
- Kamis, 02/10/2025 di Jakarta
- Larangan memecah tanah ulayat perseorangan sesuai Permen ATR/BPN 16/2021
“Pemecahan bidang tanah adalah membagi satu bidang dengan satu sertipikat menjadi beberapa bagian dengan sertipikat masing-masing. Sertipikat induk tidak berlaku setelah pemecahan,” kata Sekretaris Ditjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Shamy Ardian, Kamis, 02/10/2025.
Layanan Pemecahan Bidang Tanah

Pemecahan dapat dilakukan atas permintaan pemegang hak.
Satu bidang yang telah terdaftar boleh dipecah menjadi beberapa satuan baru dengan status hukum yang sama seperti bidang semula.
Dalam PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap satuan bidang baru wajib dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertipikat.
Pada peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat milik bidang semula dicatatkan bahwa telah terjadi pemecahan.
ATR/BPN menegaskan petugas Kantor Pertanahan akan melakukan pengukuran ulang di lapangan dan menyusun peta bidang baru sesuai rencana pembagian.
Biaya pengukuran mengikuti ketentuan yang berlaku.
Setelah itu Kantor Pertanahan memproses penerbitan sertipikat-sertipikat baru.
Syarat, Proses, dan Larangan
Pemohon menyiapkan berkas meliputi sertipikat asli tanah, fotokopi KTP dan Kartu Keluarga pemilik, surat permohonan pemecahan, SPPT Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir, serta bukti lunas PBB.
Untuk pengembang, rencana tapak dari pemerintah kabupaten atau kota setempat diperlukan.
Bila tanah merupakan warisan, lampirkan akta atau surat keterangan waris dan surat kematian pemilik sebelumnya.
Setelah berkas diterima, Kantor Pertanahan menjadwalkan pengukuran.
Hasil ukur menjadi dasar pembuatan surat ukur per bidang.
Berkas kemudian diproses hingga terbit sertipikat baru bagi masing-masing bagian.
Tidak semua hak atas tanah dapat dipecah.
Permen ATR/Kepala BPN 16 Tahun 2021 Pasal 42 ayat 3 melarang pemecahan pada tanah ulayat masyarakat hukum adat yang tercatat atas nama perseorangan.
Kebijakan ini menjaga keberlanjutan hak komunal dan mencegah konflik penguasaan.
“Pemohon cukup memastikan kelengkapan berkas dan kesiapan batas bidang agar proses ukur dan penerbitan sertipikat baru berjalan efisien,” ujar Shamy Ardian, Kamis, 02/10/2025.
Penutupnya, pemecahan bidang tanah memberi kepastian hukum atas bagian-bagian baru, baik untuk ahli waris, pembeli, maupun pengembang.
Pastikan dokumen lengkap, ikuti pengukuran resmi, serta patuhi larangan pada tanah ulayat agar terhindar dari sengketa ke depan.