Sulseltimes.com Mamuju — Sebuah video yang viral di media sosial menghebohkan publik, memperlihatkan dugaan tindakan pemaksaan aborsi oleh seorang oknum polisi di Mamuju Tengah.
Dalam video tersebut, seorang anggota polisi yang diketahui berinisial Briptu NI diduga memaksa kekasihnya, AR, untuk melakukan aborsi dan melakukan kekerasan terhadapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kapolres Mamuju Tengah, AKBP Hengky K. Abadi, menggelar konferensi pers untuk memberikan klarifikasi terkait kasus ini.
Kapolres Hengky menegaskan bahwa Polres Mamuju Tengah telah menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut dengan melakukan penyelidikan yang serius.
“Kami sudah mengambil langkah-langkah tegas, mulai dari pemeriksaan terhadap terduga pelaku, Briptu NI, hingga sejumlah saksi yang terkait dalam kasus ini,” ungkap Kapolres Hengky.
Namun, penyelidikan ini menemui kendala, salah satunya adalah keberadaan korban, perempuan berinisial AR, yang berada di Makassar.
Selain itu, akses transportasi dari Makassar ke Mamuju Tengah terganggu akibat banjir yang melanda beberapa titik di Sulawesi Selatan.
Meskipun demikian, Kapolres memastikan bahwa penyelidikan tetap berjalan sesuai prosedur.
Sebagai langkah lanjutan, Polres Mamuju Tengah memfasilitasi pemeriksaan medis terhadap AR di RSUD Mamuju Tengah untuk memastikan kondisi kesehatannya.
“Berdasarkan pemeriksaan oleh dokter kandungan, dr. Muhammad Ismi, Sp.OG, AR saat ini sedang mengandung, dan kondisi janin dalam keadaan sehat,” kata Kapolres Hengky menjelaskan hasil pemeriksaan medis.
Klarifikasi Dari Pihak Terduga dan Korban
Dari hasil penyelidikan lebih lanjut, terungkap bahwa Briptu NI dan AR telah menjalin hubungan pacaran sejak tahun 2023.
Keduanya sempat membicarakan kemungkinan aborsi, namun tidak pernah benar-benar melaksanakan niat tersebut.
“Ternyata, meskipun ada pembicaraan mengenai aborsi, tidak ada paksaan yang terjadi,” tegas Kapolres Hengky.
Terkait dugaan pemaksaan, AR melalui akun media sosialnya telah memberikan klarifikasi.
Dalam unggahannya, AR menegaskan bahwa tidak ada kekerasan atau pemaksaan aborsi dalam hubungan mereka.
“Tidak ada unsur kekerasan, saya ingin menjelaskan bahwa tidak ada pemaksaan dalam hubungan kami,” kata AR dalam klarifikasinya.
Briptu NI juga telah menyatakan kesediaannya untuk bertanggung jawab atas hubungan tersebut dan berniat untuk menikahi AR.
Meskipun demikian, Polres Mamuju Tengah tetap akan menindaklanjuti proses hukum sesuai dengan Kode Etik Profesi Polri yang tercantum dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022.
Jika terbukti bersalah, Briptu NI dapat dijatuhi hukuman yang paling berat, yaitu Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Komitmen Polres Mamuju untuk Menegakkan Disiplin
Kapolres Hengky juga mengingatkan masyarakat untuk melaporkan segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh oknum kepolisian kepada Seksi Profesi dan Pengamanan (Si Propam) Polres Mamuju Tengah.
“Kami berkomitmen untuk menjaga disiplin dan profesionalisme anggota Polres Mamuju Tengah. Apabila ada anggota yang bertindak meresahkan, laporkan segera,” tegasnya.
Sebagai penutup, Kapolres Hengky menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas kejadian yang menimpa anggota kepolisian tersebut.
“Kami mohon maaf atas kejadian ini dan akan terus memperbaiki kualitas serta integritas jajaran Polres Mamuju Tengah,” pungkasnya.
Kasus ini terus menarik perhatian publik, mengingat profesi aparat yang seharusnya menjadi panutan dalam menjalankan tugas negara.
Masyarakat berharap penyelidikan ini bisa berjalan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi oknum-oknum yang merusak citra institusi kepolisian.
Pemerintah dan Polri diharapkan dapat terus memperkuat pengawasan dan tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya.