Hukum & PeristiwaMaros

Ustadz di Maros Cabuli 20 Santriwati, Polisi Telusuri Kasus Pelecehan Seksual

0
Ustadz di Maros Cabuli 20 Santriwati, Polisi Telusuri Kasus Pelecehan Seksual
Ilustrasi anak pesantren bersedih doc/ist
Sulsel Times Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Sulseltimes.com Maros, 6 Desember 2024 — Seorang ustadz berinisial AH di Pondok Pesantren (Ponpes) Kecamatan Simbang, Maros, dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap 20 santriwati.

Kasus ini terungkap setelah sejumlah korban melapor ke pihak berwajib pada awal Desember.

Polisi kini sedang mendalami lebih lanjut untuk mengungkap semua pelaku dan korban.

Kasus ini mencuat pada awal Desember 2024, ketika salah satu korban, yang masih berusia belasan tahun, melapor ke pihak keluarga tentang tindakan tidak senonoh yang dialaminya saat mengikuti proses menghafal Al-Qur’an di pesantren tersebut.

Setelah berbicara dengan korban lain, ditemukan bahwa mereka juga mengalami pelecehan serupa dari ustadz yang sama, yang dikenal dengan inisial AH.

Menurut laporan yang diterima, AH memanfaatkan posisinya sebagai pengajar dan pemimpin kegiatan hafalan untuk melakukan pelecehan seksual terhadap santriwati.

Para korban yang berjumlah lebih dari 20 orang mengungkapkan bahwa mereka dipanggil satu per satu ke ruang hafalan, di mana mereka mengalami tindakan tidak senonoh dari pelaku.

Mereka merasa tertekan untuk tidak melawan karena takut mendapat konsekuensi akademis atau sosial di lingkungan pesantren.

Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu, mengonfirmasi bahwa pihak kepolisian sedang melakukan pemeriksaan terhadap pelaku.

“Saat ini kami sudah memanggil AH untuk dimintai keterangan. Kami sedang mendalami lebih jauh kasus ini,” ujar Pandu.

Para korban mulai mengungkapkan perlakuan yang mereka alami kepada teman-temannya, dan akhirnya salah satu korban melaporkan kejadian tersebut ke orang tuanya.

Keluarga korban kemudian membawa laporan itu ke Polres Maros pada 2 Desember 2024.

Setelah itu, polisi melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan menemukan bahwa kasus ini melibatkan lebih dari 20 santriwati yang menjadi korban pelecehan seksual.

Proses hukum segera dimulai, dan pelaku telah dipanggil untuk pemeriksaan pada 4 Desember 2024.

Walaupun pelaku belum mengakui semua tuduhan yang dilayangkan, pihak kepolisian menegaskan akan terus menelusuri kebenaran kasus ini.

Polisi juga memberikan perlindungan bagi para korban dengan memberikan pendampingan psikologis.

Masyarakat Maros menyampaikan keprihatinan mereka terkait kejadian ini, dengan banyaknya dukungan kepada keluarga korban untuk mendapatkan keadilan.

Tokoh masyarakat setempat menyerukan agar pihak berwenang mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa para korban mendapat perlindungan yang maksimal.

“Pondok pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman untuk anak-anak. Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi, dan pelaku harus dihukum setimpal dengan perbuatannya,” ujar salah satu tokoh masyarakat Maros.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Maros juga turun tangan untuk memberikan dukungan psikologis kepada korban dan membantu proses pemulihan trauma.

Selain itu, pihak DP3A juga mendesak pesantren untuk memperketat pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Kasus ini mengungkapkan pentingnya pengawasan di lingkungan pesantren, terutama yang melibatkan santriwati.

Kejadian ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk menambah pengawasan di pesantren dan memastikan lingkungan yang aman bagi semua peserta didik.

“Pemerintah daerah akan meningkatkan kerjasama dengan pihak pesantren untuk memastikan bahwa tidak ada kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi di tempat-tempat pendidikan agama,” kata Kepala DP3A Kabupaten Maros.

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang ustadz di Pondok Pesantren di Maros ini menjadi bukti bahwa pengawasan terhadap lembaga pendidikan agama harus lebih diperketat.

Para korban berhak mendapatkan perlindungan dan pemulihan, serta pelaku harus mendapatkan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.

Proses hukum yang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan mencegah kejadian serupa di masa depan.

Ikuti Sulsel Times di
Google News
Follow
Exit mobile version