Sulseltimes.com Makassar – Pemilik lahan di Jalan AP Pettarani, Makassar, yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang telah dieksekusi, terus melakukan perlawanan atas dugaan keterlibatan mafia tanah dalam proses eksekusi tersebut.
Mereka menduga adanya keberpihakan pengadilan kepada pihak tertentu dan meminta pertolongan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mencari keadilan.
Kasus ini berawal dari penetapan eksekusi yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Makassar dengan Nomor 05 EKS/2021/PN. Mks jo. No.: 49/Pdt. G/2018/PN. Mks, di mana Andi Baso Matutu bertindak sebagai pemohon eksekusi melawan Saladin Hamat Yusuf beserta ahli warisnya sebagai termohon.
Klaim Kepemilikan Sah Didukung Putusan Pengadilan
Kuasa hukum Saladin Hamat Yusuf, Muhammad Ali Hamat Yusuf, menyatakan bahwa sertifikat hak milik atas lahan tersebut tidak pernah dibatalkan seperti yang diklaim pihak lawan.
Menurutnya, sertifikat tersebut justru telah diperkuat melalui putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.
“Selama ini ada opini yang beredar di masyarakat seolah-olah sertifikat orang tua saya, Drs. Hamat Yusuf, sudah dibatalkan.
Faktanya, sertifikat tersebut tetap sah dan telah dikuatkan melalui putusan PTUN,” ujar Ali kepada media.
Ali menjelaskan bahwa tanah seluas 42.083 meter persegi tersebut merupakan hak milik sah berdasarkan Sertifikat Nomor 351/Tahun 1982 dan telah dipecah menjadi lima sertifikat pada tahun 1994, masing-masing atas nama Drs. Hamat Yusuf.
Sertifikat tersebut meliputi Sertifikat Hak Milik Nomor 627, 628, 629, 630, dan 631.
Minta Perlindungan Presiden
Ali juga menegaskan bahwa sebelum eksekusi dilakukan, pihaknya telah melaporkan situasi tersebut kepada berbagai instansi, termasuk Presiden Prabowo Subianto.
“Kami sudah menyampaikan surat keberatan ke Kapolda, Kapolrestabes, Ketua Pengadilan, BPN, dan bahkan ke Presiden dan Wakil Presiden, namun eksekusi tetap dilaksanakan. Oleh karena itu, kami akan meminta perlindungan dan penyelesaian langsung kepada Presiden,” ujarnya.
Dugaan Keterlibatan Mafia Tanah
Ali menuduh bahwa tindakan eksekusi yang dilakukan merupakan bagian dari praktek mafia tanah yang melibatkan oknum tertentu.
“Ini adalah tindakan mafia hukum, mafia peradilan, dan mafia tanah yang tidak bisa dibiarkan. Kejadian seperti ini merugikan masyarakat yang memiliki hak sah atas tanahnya,” tegas Ali.
Bentrok dengan Aparat Saat Eksekusi
Proses eksekusi yang berlangsung pada Kamis, 13 Februari 2025, diwarnai bentrokan antara massa yang menolak eksekusi dengan pihak kepolisian.
Massa bahkan sempat membakar ban di jalan untuk menghalangi proses tersebut.
Pihak kepolisian akhirnya membubarkan massa dengan menyemprotkan water cannon.
Kabag Ops Polrestabes Makassar, AKBP Darminto, menjelaskan bahwa bentrokan terjadi karena pihak keluarga pemilik ruko dan gedung serbaguna tersebut berusaha mempertahankan hak mereka.
“Kami sudah melakukan himbauan secara persuasif, namun mereka tetap menolak. Kami akhirnya terpaksa membubarkan massa untuk melancarkan proses eksekusi,” jelasnya.
Dalam eksekusi tersebut, dua orang dari pihak keluarga pemilik gedung ditahan karena menghalangi jalannya eksekusi.
“Ada dua orang yang kami amankan karena mencoba menghalangi proses eksekusi,” tambah Darminto.
Proses Hukum Masih Berlanjut
Ali menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti memperjuangkan hak mereka dan akan terus melanjutkan upaya hukum terkait kasus ini.
“Kami akan terus memperjuangkan kasus ini sampai tuntas. Kami berharap hukum di Indonesia bisa melindungi hak-hak rakyat secara adil,” pungkasnya.
Eksekusi ini menjadi perhatian publik, terutama terkait dugaan praktek mafia tanah yang semakin meresahkan masyarakat.
Kasus ini juga menjadi ujian bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan di Indonesia.