Berita

Disebut Beban Negara oleh DPR, Ini Besaran Gaji ASN PPPK

15
Foto ilustrasi ASN PPPK
Foto ilustrasi ASN PPPK (doc ist).
Sulsel Times Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Sulseltimes.com — Penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi sorotan dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI yang digelar pada Rabu (12/2) di Kompleks Senayan.

Anggota Komisi II dari Fraksi Golkar, Taufan Pawe, menyebutkan bahwa penerimaan PPPK, yang melibatkan sejumlah tenaga kerja kontrak dalam pemerintahan, menjadi salah satu beban fiskal negara yang perlu dikaji kembali, khususnya terkait dengan besaran gaji dan tunjangan yang diberikan kepada para ASN PPPK.

Pernyataan ini muncul setelah adanya diskusi tentang anggaran yang dialokasikan untuk penerimaan PPPK pada tahun 2025, yang dilaksanakan dalam rapat bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Prof Zudan Arif Fakrulloh.

Taufan Pawe mengungkapkan bahwa meskipun program PPPK bertujuan untuk mengisi kekurangan pegawai di berbagai sektor pemerintahan, program ini tetap membebani anggaran negara, apalagi dengan variasi besar dalam gaji yang diberikan kepada PPPK dari berbagai golongan.

“Penerimaan PPPK ini betul-betul menjadi beban negara kita. Kita tidak bisa pungkiri, ini linear ke daerah,” ujar Taufan Pawe dalam rapat kerja tersebut.

Ia menambahkan bahwa banyak masukan dari masyarakat mengenai permasalahan dalam proses seleksi PPPK, termasuk dugaan data palsu dan rekayasa data pegawai yang mencuat selama seleksi.

Bahkan, pada kunjungan kerjanya ke Sulawesi Selatan (Sulsel), Taufan mendapatkan keluhan terkait banyaknya masalah yang terjadi dalam penerimaan PPPK, mulai dari proses seleksi hingga masalah status kerja paruh waktu.

Gaji ASN PPPK dan Tunjangannya

Foto ilustrasi ASN PPPK (doc ist).

Salah satu perdebatan yang muncul adalah besaran gaji yang diterima oleh ASN PPPK.

Gaji tersebut disebut-sebut sangat bervariasi tergantung pada golongan dan jabatan.

Menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2020 yang menjadi pedoman penggajian PPPK, gaji untuk golongan I paling rendah adalah Rp1.938.500, sementara untuk golongan XVII mencapai Rp7.329.900.

Selain gaji pokok, para PPPK juga mendapatkan tunjangan yang mencakup tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan struktural, serta tunjangan jabatan fungsional.

Pada 2025, Presiden Joko Widodo juga telah menerbitkan Perpres Nomor 11 Tahun 2024 yang mengatur kenaikan gaji PPPK sebesar Rp200.000 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Berikut rincian gaji pokok ASN PPPK berdasarkan golongan yang akan diterima pada tahun 2025:

  1. Golongan I: Rp1.938.500 – Rp2.900.900
  2. Golongan II: Rp2.116.900 – Rp3.071.200
  3. Golongan III: Rp2.206.500 – Rp3.201.200
  4. Golongan IV: Rp2.299.800 – Rp3.336.600
  5. Golongan V: Rp2.511.500 – Rp4.189.900
  6. Golongan VI: Rp2.742.800 – Rp4.367.100
  7. Golongan VII: Rp2.858.800 – Rp4.551.100
  8. Golongan VIII: Rp2.979.700 – Rp4.744.400
  9. Golongan IX: Rp3.203.600 – Rp5.261.500
  10. Golongan X: Rp3.339.600 – Rp5.484.000
  11. Golongan XI: Rp3.480.300 – Rp5.716.000
  12. Golongan XII: Rp3.627.500 – Rp5.957.800
  13. Golongan XIII: Rp3.781.000 – Rp6.209.800
  14. Golongan XIV: Rp3.940.900 – Rp6.472.500
  15. Golongan XV: Rp4.107.600 – Rp6.746.200
  16. Golongan XVI: Rp4.281.400 – Rp7.031.600
  17. Golongan XVII: Rp4.462.500 – Rp7.329.900

Masalah Keterbatasan Kemampuan Fiskal Daerah

Taufan Pawe juga menyoroti masalah besar terkait penerimaan PPPK di daerah-daerah dengan pendapatan daerah yang bervariasi.

Menurutnya, penerimaan PPPK membebani daerah dengan pendapatan rendah.

“Artinya PPPK ini memang negara hadir tapi negara juga punya keterbatasan kemampuan. Saya harus mengatakan tidak semua daerah juga mampu merealisasi kebijakan PPPK ini,” ujar Taufan.

Ia juga menambahkan bahwa meskipun ada beberapa daerah yang memiliki kemampuan fiskal lebih baik, bahkan ada APBD provinsi yang surplus, kebijakan PPPK tetap menambah beban keuangan daerah yang kesulitan mengalokasikan anggaran untuk membayar gaji dan tunjangan PPPK.

Taufan meminta agar kebijakan PPPK ini diperhitungkan lebih matang, dengan memperhatikan kondisi keuangan masing-masing daerah.

“Banyak daerah lumayan daerah punya kemampuan fiskal, bahkan ada APBD provinsi daerah surplus. Mungkin di sini, Bapak Kepala BKN dibutuhkan pemikiran rasio, dan pemikiran visioner, supaya masalah ini bisa dilihat secara kasuistik,” lanjut Taufan.

Ia berharap pihak BKN dapat memikirkan solusi agar kebijakan ini tidak memunculkan ketimpangan antara daerah yang mampu dan tidak mampu.

Tanggapan dari Kepala BKN dan Menpan RB

Dalam rapat yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini bersama Kepala BKN Prof Zudan Arif Fakrulloh turut memberikan penjelasan.

Rini Widyantini menyebutkan bahwa PPPK adalah salah satu kebijakan untuk mengatasi kekurangan pegawai negeri sipil (PNS) di sejumlah sektor, yang diharapkan dapat memperkuat pelayanan publik.

Namun, ia juga mengakui adanya tantangan terkait dengan keterbatasan anggaran yang harus dipertimbangkan lebih jauh.

Sementara itu, Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan bahwa BKN terus berupaya meningkatkan kualitas seleksi PPPK, meskipun tantangan dan masalah yang ada seperti dugaan data palsu dalam seleksi perlu diselesaikan secara menyeluruh.

“Kami akan terus berusaha untuk memperbaiki sistem seleksi PPPK agar lebih transparan dan berkualitas,” kata Zudan dalam rapat tersebut.

Penerimaan PPPK, yang dirancang untuk mengatasi kekurangan pegawai dalam pemerintahan, telah menjadi bahan pembicaraan di Komisi II DPR RI.

Taufan Pawe menegaskan bahwa meskipun PPPK penting untuk pelayanan publik, program ini menjadi beban besar bagi negara dan daerah, terutama yang memiliki keterbatasan anggaran.

Gaji yang bervariasi dan tunjangan yang diterima oleh PPPK, yang diatur dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 11 Tahun 2024, juga menjadi sorotan, karena program ini menambah beban keuangan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Taufan juga mengimbau agar kebijakan PPPK dikaji kembali dengan mempertimbangkan kondisi fiskal daerah agar tidak menimbulkan ketimpangan.

Sementara itu, pemerintah melalui Menpan RB dan BKN terus berusaha mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam seleksi dan penerimaan PPPK, dengan harapan agar program ini dapat berjalan lebih efektif dan tidak membebani keuangan negara lebih lanjut.

Ikuti Sulsel Times di
Google News
Follow
Exit mobile version