Sulseltimes Makassar, 30 November 2024 — Perwakilan Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan, Dr. H. Sulthani, SH, MH, mengkritik keras kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar yang memberhentikan tenaga honorer lama dan menggantikannya dengan tenaga honorer baru bernama “Laskar Pelangi” sejak tahun 2022. Langkah ini dinilai kontroversial dan berpotensi melanggar hukum.
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang
Sulthani menyebut kebijakan tersebut sebagai bentuk dugaan penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power. Ia menegaskan pentingnya keterlibatan aparat penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Tinggi (Kejati), dan Polda Sulsel, untuk mengusut tuntas masalah ini.
“Kebijakan ini berpotensi melanggar hukum dan menimbulkan kerugian negara. Aparat penegak hukum tidak boleh diam dan harus segera bertindak melakukan audit investigasi,” tegas Sulthani kepada media.
Pertanyaan Terkait Alokasi Anggaran
Salah satu sorotan utama Sulthani adalah transparansi anggaran terkait Laskar Pelangi.
Ia mempertanyakan dasar hukum pemberhentian tenaga honorer lama dan apakah pengalokasian anggaran untuk membayar gaji tenaga honorer baru sudah dibahas dan mendapat persetujuan DPRD.
“Jangan sampai kebijakan ini hanya menjadi bentuk balas jasa politik pasca-Pilwalkot dan untuk kepentingan politik Pilgub 2024,” tambahnya.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Pemberhentian tenaga honorer lama, yang telah lama mengabdi, disebut melanggar hak asasi manusia. Sulthani menyoroti dampak kebijakan ini yang menyebabkan hilangnya sumber penghidupan bagi para tenaga honorer.
“Ini tidak manusiawi. Mereka kehilangan penghasilan akibat kebijakan yang tidak berpihak. Ini harus dilaporkan kepada Komnas HAM dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),” ujarnya.
Selain itu, Sulthani mendesak penyelidikan segera untuk mengungkap dugaan penyalahgunaan wewenang dan potensi korupsi berjamaah dalam pembentukan Laskar Pelangi.
“Langkah ini bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap Pemkot Makassar,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah harus berpedoman pada UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Kebijakan ini telah memicu polemik di kalangan masyarakat, khususnya para tenaga honorer yang terdampak. Publik mendesak agar pemerintah lebih transparan dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan yang menyangkut kehidupan banyak orang.
Dengan isu ini, Pemkot Makassar diharapkan memberikan klarifikasi dan menjelaskan dasar hukum serta tujuan dari kebijakan yang telah diambil. Transparansi dan akuntabilitas menjadi tuntutan utama agar kepercayaan publik terhadap pemerintah tidak terus menurun.